SYAIR DHAMMAPADA dan cerita terjadinya setiap syair I. SYAIR-SYAIR KEMBAR 1. 1 Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya, bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 2 Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran murni, maka kebahagiaan akan mengikutinya, bagaikan bayang-bayang yang tak pernah meninggalkan bendanya. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 3 āIa menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya.ā Selama seseorang masih menyimpan pikiran seperti itu, maka kebencian tak akan pernah berakhir. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 4 āIa menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya.ā Jika seseorang sudah tidak lagi menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian akan berakhir. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 5 Kebencian tak akan pernah berakhir, apabila dibalas dengan kebencian. Tetapi, kebencian akan berakhir, Bila dibalas dengan tidak membenci. Inilah satu hukum abadi. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 6 Sebagian besar orang tidak mengetahui bahwa, dalam pertengkaran mereka akan binasa; tetapi mereka, yang dapat menyadari kebenaran ini; akan segera mengakhiri semua pertengkaran. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 7 Seseorang yang hidupnya hanya ditujukan pada hal-hal yang menyenangkan, yang inderanya tidak terkendali, yang makannya tidak mengenal batas, malas serta tidak bersemangat, maka Mara Penggoda akan menguasai dirinya. bagaikan angin yang menumbangkan pohon yang lapuk. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 8 Seseorang yang hidupnya tidak ditujukan pada hal-hal yang menyenangkan, yang inderanya terkendali, sederhana dalam makanan, penuh keyakinan serta bersemangat, maka Mara Penggoda tidak dapat menguasai dirinya. bagaikan angin yang tidak dapat menumbangkan gunung karang. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 9 Barang siapa yang belum bebas, dari kekotoran-kekotoran batin. yang tidak memiliki pengendalian diri, serta tidak mengerti kebenaran. sesungguhnya tidak patut, ia mengenakan jubah kuning. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 10 Tetapi, ia yang telah dapat, membuang kekotoran-kekotoran batin, teguh dalam kesusilaan. memiliki pengendalian diri. serta mengerti kebenaran. maka sesungguhnya ia patut, mengenakan jubah kuning. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 11 Mereka yang menganggap, ketidak-benaran sebagai kebenaran. dan kebenaran sebagai ketidak-benaran. maka mereka yang mempunyai, pikiran keliru seperti itu, tak akan pernah dapat, menyelami kebenaran. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 12 Mereka yang mengetahui, kebenaran sebagai kebenaran. dan ketidak-benaran sebagai ketidak-benaran, maka mereka yang mempunyai, pikiran benar seperti itu, akan dapat menyelami kebenaran. Cerita terjadinya syair ini⦠13. 13 Bagaikan hujan, yang dapat menembus rumah beratap tiris. demikian pula nafsu, akan dapat menembus pikiran yang tidak dikembangkan dengan baik. Cerita terjadinya syair ini⦠14. 14 Bagaikan hujan, yang tidak dapat menembus rumah beratap baik. demikian pula nafsu, tidak dapat menembus pikiran yang telah dikembangkan dengan baik. Cerita terjadinya syair ini⦠15. 15 Di dunia ini ia bersedih hati. di dunia sana ia bersedih hati. pelaku kejahatan akan bersedih hati, di kedua dunia itu. ia bersedih hati dan meratap, karena melihat perbuatannya sendiri, yang tidak bersih. Cerita terjadinya syair ini⦠16. 16 Di dunia ini ia bergembira. Di dunia sana ia bergembira. Pelaku kebajikan, bergembira di kedua dunia itu. Ia bergembira dan bersuka cita karena, melihat perbuatannya sendiri yang bersih. Cerita terjadinya syair ini⦠17. 17 Di dunia ini ia menderita. Di dunia sana ia menderita. Pelaku kejahatan menderita di kedua dunia itu. Ia meratap ketika berpikir, āAku telah berbuat jahat,ā, dan ia akan lebih menderita lagi, ketika berada di alam sengsara. Cerita terjadinya syair ini⦠18. 18 Di dunia ini ia bahagia. Di dunia sana ia berbahagia. Pelaku kebajikan, berbahagia di kedua dunia itu. Ia akan berbahagia ketika berpikir, āAku telah berbuat bajikā, dan ia akan lebih berbahagia lagi, ketika berada di alam bahagia. Cerita terjadinya syair ini⦠19. 19 Biarpun seseorang banyak membaca kitab suci, tetapi tidak berbuat sesuai ajaran, maka orang lengah itu, sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain. Ia tak akan memperoleh, manfaat kehidupan suci. Cerita terjadinya syair ini⦠20. 20 Biarpun seseorang sedikit membaca kitab suci, tetapi berbuat sesuai dengan ajaran, menyingkirkan nafsu indria, kebencian dan ketidaktahuan, memiliki pengetahuan benar, dan batin yang bebas dari nafsu, tidak melekat pada apapun, baik di sini maupun di sana; maka ia akan memperoleh, manfaat kehidupan suci. Cerita terjadinya syair ini⦠II. KEWASPADAAN 1. 21 Kewaspadaan adalah jalan menuju kekekalan; kelengahan adalah jalan menuju kematian. Orang yang waspada tidak akan mati, Tetapi orang yang lengah seperti orang yang sudah mati. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 22 Setelah mengerti hal ini dengan jelas, orang bijaksana akan bergembira dalam kewaspadaan dan bergembira dalam praktek para ariya. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 23 Orang bijaksana yang tekun bersamadhi, hidup bersemangat dan selalu bersungguh-sungguh, pada akhirnya mencapai nibbana kebebasan mutlak, Cerita terjadinya syair ini⦠4. 24 Orang yang penuh semangat, selalu sadar, murni dalam perbuatan, Memiliki pengendalian diri, hidup sesuai dengan Dhamma,dan selalu waspada, maka kebahagiaannya akan bertambah. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 25 Dengan usaha yang tekun, semangat, disiplin, dan pengendalian diri, hendaklah orang bijaksana, membuat pulau bagi dirinya sendiri, yang tidak dapat ditenggelamkan oleh banjir. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 26 Orang dungu yang berpengertian dangkal, terlena dalam kelengahan, sebaliknya,orang bijaksana senantiasa menjaga kewaspadaan. seperti menjaga harta yang paling berharga. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 27 Jangan terlena dalam kelengahan, Jangan terikat pada kesenangan-kesenangan indria. Orang yang waspada dan rajin bersamadhi, akan memperoleh kebahagiaan sejati. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 28 Bilamana orang bijaksana, telah mengatasi kelengahan dengan kewaspadaan, maka ia akan bebas dari kesedihan, seakan memanjat menara kebijaksanaan, dan memandang orang-orang yang menderita di sekelilingnya, seperti seseorang yang berdiri diatas gunung memandang mereka yang berada di bawah. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 29 Waspada di antara yang lengah, berjaga di antara yang tertidur, orang bijaksana akan maju terus, bagaikan seekor kuda yang tangkas berlari meninggalkan kuda yang lemah di belakangnya. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 30 Dengan menyempurnakan kewaspadaan, Dewa Sakka dapat mencapai tingkat pemimpin di antara para dewa. Sesungguhnya, kewaspadaan itu akan selalu dipuji, dan kelengahan akan selalu dicela. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 31 Seorang bhikkhu, yang bergembira dalam kewaspadaan, dan melihat bahaya dalam kelengahan, akan maju terus membakar semua rintangan batin, bagaikan api membakar kayu, baik yang besar maupun yang kecil. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 32 Seorang bhikkhu yang bergembira dalam kewaspadaan, dan melihat bahaya dalam kelengahan, tak akan terperosok lagi, Ia sudah berada di ambang pintu nibbana. Cerita terjadinya syair ini⦠III. PIKIRAN 1. 33 Pikiran itu mudah goyah dan tidak tetap; pikiran susah dikendalikan dan dikuasai. Orang bijaksana meluruskannya bagaikan seorang pembuat panah meluruskan anak panah. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 34 Bagaikan ikan yang dikeluarkan dari air dan dilemparkan ke atas tanah, pikiran itu selalu menggelepar. Karena itu cengkeraman dari Mara harus ditaklukkan. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 35 Sukar mengendalikan pikiran yang binal dan senang mengembara sesuka hatinya. Adalah baik untuk mengendalikan pikiran, suatu pengendalian pikiran yang baik akan membawa kebahagiaan. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 36 Pikiran sangat sulit untuk dilihat, amat lembut dan halus, pikiran bergerak sesuka hatinya. Orang bijaksana selalu menjaga pikirannya, seseorang yang menjaga pikirannya akan berbahagia. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 37 Pikiran itu selalu mengembara jauh, tidak berwujud, dan terletak jauh di lubuk hati. Mereka yang dapat mengendalikannya, akan bebas dari jeratan Mara. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 38 Orang yang pikirannya tidak teguh, yang tidak mengenal ajaran yang benar, yang keyakinannya selalu goyah, orang seperti itu tidak akan sempurna kebijaksanaannya. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 39 Orang yang pikirannya tidak dikuasai oleh nafsu dan kebencian, yang telah mengatasi keadaan baik dan buruk, di dalam diri orang yang selalu sadar seperti itu tidak ada lagi ketakutan. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 40 Dengan mengetahui bahwa tubuh ini rapuh bagaikan tempayan, hendaknya seseorang memperkokoh pikirannya bagaikan benteng kota, dan melenyapkan Mara dengan senjata kebijaksanaan. Ia harus menjaga apa yang telah dicapainya, dan hidup tanpa ikatan lagi. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 41 Aduh, tak lama lagi tubuh ini akan terbujur di atas tanah,dibiarkan saja, tanpa kesadaran, bagaikan sebatang kayu yang tidak berguna. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 42 Luka dan kesakitan macam apa pun, dapat dibuat oleh orang yang saling bermusuhan atau saling membenci. Namun pikiran yang diarahkan secara salah, akan melukai seseorang jauh lebih berat. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 43 Bukan dengan pertolongan ibu, ayah, ataupun sanak keluarga; namun pikiran yang diarahkan dengan baik, yang akan membantu dan mengangkat derajat seseorang. Cerita terjadinya syair ini⦠IV. BUNGA-BUNGA 1. 44 Siapakah yang akan menaklukkan dunia ini beserta alam Yama dan alam Dewa? Siapakah yang akan menyelidiki Jalan Kebajikan yang telah diterangkan dengan jelas, seperti seorang perangkai bunga yang pandai memilih bunga? Cerita terjadinya syair ini⦠2. 45 Seorang Sekha siswa yang masih berlatih akan menaklukkan dunia ini beserta alam Yama dan alam Dewa. Seorang siswa yang masih berlatih ini akan menyelidiki jalan kebajikan yang telah diajarkan dengan jelas, seperti seorang perangkai bunga yang pandai memilih bunga. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 46 Setelah mengetahui bahwa tubuh ini bagaikan busa, dan setelah menyadari sifat mayanya, maka hendaknya seseorang mematahkan bunga nafsu keinginan, dan menghilang dari pandangan raja kematian. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 47 Orang yang mengumpulkan bunga-bunga kesenangan indria, yang pikirannya kacau, akan diseret oleh kematian. Bagaikan banjir besar menghanyutkan sebuah desa yang tertidur. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 48 Orang yang mengumpulkan bunga-bunga kesenangan indria, yang pikirannya kacau dan tak pernah puas, akan berada di bawah kekuasaan Sang Penghancur kematian. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 49 Bagaikan seorang kumbang mengumpulkan madu dari bunga-bunga tanpa merusak warna dan baunya; demikian pula hendaknya orang bijaksana mengembara dari desa ke desa. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 50 Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh orang lain. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh diri sendiri. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 51 Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tidak bermanfaat kata-kata mutiara yang diucapkan oleh orang yang tidak melaksanakannya. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 52 Bagaikan sekuntum bunga yang indah serta berbau harum; demikian pula sungguh bermanfaat kata-kata mutiara yang diucapkan oleh orang yang melaksanakannya. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 53 Seperti dari setumpuk bunga dapat dibuat banyak karangan bunga; demikian pula hendaknya banyak kebajikan dapat dilakukan oleh manusia di dunia ini. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 54 Harumnya bunga, tidak dapat melawan arah angin. Begitu pula harumnya kayu cendana, bunga tagara dan melati. Tetapi harumnya kebajikan, dapat melawan arah angin; harumnya nama orang bajik dapat menyebar ke segenap penjuru. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 55 Harumnya kebajikan, adalah jauh melebihi harumnya kayu cendana, bunga tagara, teratai maupun melati. Cerita terjadinya syair ini⦠13. 56 Tidaklah seberapa, harumnya bunga tagara dan kayu cendana; tetapi harumnya mereka, yang memiliki sila kebajikan, menyebar sampai ke surga. Cerita terjadinya syair ini⦠14. 57 Mara tak dapat menemukan jejak mereka yang memiliki sila, yang hidup tanpa kelengahan, dan yang telah terbebas melalui Pengetahuan Sempurna. Cerita terjadinya syair ini⦠15. 58 Seperti dari tumpukan sampah yang dibuang di tepi jalan, tumbuh bunga teratai yang berbau harum dan menyenangkan hati. Cerita terjadinya syair ini⦠16. 59 Begitu juga di antara orang duniawi, siswa Sang Buddha Yang Maha Sempurna, bersinar menerangi dunia yang gelap ini dengan kebijaksanaannya. Cerita terjadinya syair ini⦠V. ORANG BODOH 1. 60 Malam terasa panjang bagi orang yang berjaga, satu yojana terasa jauh bagi orang yang lelah; sungguh panjang siklus kehidupan bagi orang bodoh yang tidak mengenal Ajaran Benar. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 61 Apabila dalam pengembaraan seseorang tak menemukan sahabat yang lebih baik atau sebanding dengan dirinya, maka hendaklah ia tetap melanjutkan pengembaraannya seorang diri. Janganlah bergaul dengan orang bodoh. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 62 āAnak-anak ini milikku, kekayaan ini milikku,ā demikianlah pikiran orang bodoh. Apabila dirinya sendiri sebenarnya bukan merupakan miliknya, bagaimana mungkin anak dan kekayaan itu menjadi miliknya? Cerita terjadinya syair ini⦠4. 63 Bila orang bodoh dapat menyadari kebodohannya, maka ia dapat dikatakan bijaksana; tetapi orang bodoh yang menganggap dirinya bijaksana, sesungguhnya dialah yang disebut orang bodoh. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 64 Orang bodoh, walaupun selama hidupnya bergaul dengan orang bijaksana, tetap tidak akan mengerti Dhamma, bagaikan sendok yang tidak dapat merasakan rasa sayur. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 65 Walaupun hanya sesaat saja orang pandai bergaul dengan orang bijaksana, namun dengan segera ia akan dapat mengerti Dhamma, bagaikan lidah yang dapat merasakan rasa sayur. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 66 Orang bodoh yang dangkal pengetahuannya, memperlakukan diri sendiri seperti musuh; ia melakukan perbuatan jahat yang akan menghasilkan buah yang pahit. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 67 Bilamana suatu perbuatan setelah selesai dilakukan membuat seseorang menyesal, maka perbuatan itu tidak baik. Orang itu akan menerima akibat perbuatannya dengan ratap tangis dan wajah yang berlinang air mata. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 68 Bila suatu perbuatan setelah selesai dilakukan tidak membuat seseorang menyesal, maka perbuatan itu adalah baik. Orang itu akan menerima buah perbuatannya dengan hati gembira dan puas. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 69 Selama buah dari suatu perbuatan jahat belum masak, maka orang bodoh akan menganggapnya manis seperti madu; tetapi apabila buah perbuatan itu telah masak, maka ia akan merasakan pahitnya penderitaan. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 70 Biarpun bulan demi bulan orang bodoh memakan makanannya dengan ujung rumput kusa, namun demikian ia tidak berharga seperenambelas bagian dari mereka yang telah mengerti Dhamma dengan baik. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 71 Suatu perbuatan jahat yang telah dilakukan, tidak segera menghasilkan buah, seperti air susu yang tidak langsung menjadi dadih; demikianlah perbuatan jahat itu membara mengikuti orang bodoh, seperti api yang ditutupi abu. Cerita terjadinya syair ini⦠13. 72 Orang bodoh mendapat pengetahuan dan kemashuran yang menuju kepada kehancuran, Pengetahuan dan kemashurannya itu akan menghancurkan semua perbuatan baiknya, dan akan membelah kepalanya sendiri. Cerita terjadinya syair ini⦠14. 73 Seorang bhikkhu yang bodoh, menginginkan ketenaran yang keliru, ingin menonjol di antara para bhikkhu, ingin berkuasa dalam vihara-vihara, dan ingin dihormati oleh semua keluarga. Cerita terjadinya syair ini⦠15. 74 āBiarlah umat awam dan para bhikkhu berpikir bahwa hal ini hanya dilakukan olehku, dalam semua pekerjaan besar atau kecil mereka menunjuk diriku, ādemikianlah ambisi bhikkhu yang bodoh itu, dan keinginan serta kesombongannya pun terus bertambah. Cerita terjadinya syair ini⦠16. 75 Ada jalan lain menuju pada keuntungan duniawi, dan ada jalan lain yang menuju ke Nibbana. Setelah menyadari hal ini dengan jelas, hendaklah seseorang bhikkhu siswa Sang Buddha tidak bergembira dalam hal-hal duniawi, tetapi mengembangkan pembebasan diri. Cerita terjadinya syair ini⦠VI. ORANG BIJAKSANA 1. 76 Seandainya seseorang bertemu orang bijaksana yang mau menunjukkan dan memberitahukan kesalahan-kesalahannya, seperti orang menunjukan harta karun, hendaklah ia bergaul dengan orang bijaksana itu. Sungguh baik dan tidak tercela bergaul dengan orang yang bijaksana. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 77 Biarlah ia memberi nasehat, petunjuk, dan melarang apa yang tidak baik, orang bijaksana akan dicintai oleh orang yang baik dan dijauhi oleh orang yang jahat. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 78 Jangan bergaul dengan orang jahat, jangan bergaul dengan orang yang berbudi rendah, tetapi bergaullah dengan sahabat yang baik, bergaullah dengan orang yang berbudi luhur. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 79 Ia yang mengenal Dhamma akan hidup berbahagia dengan pikiran yang tenang. Orang bijaksana selalu bergembira dalam ajaran yang dibabarkan oleh para Ariya. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 80 Pembuat saluran air mengalirkan air, tukang panah meluruskan anak panah, tukang kayu melengkungkan kayu, orang bijaksana mengendalikan dirinya. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 81 Bagaikan batu karang yang tak tergoncangkan oleh badai, demikian pula para bijaksana tidak akan terpengaruh oleh celaan maupun pujian Cerita terjadinya syair ini⦠7. 82 Bagaikan danau yang dalam, airnya jernih dan tenang. Demikian pula batin para orang bijaksana, menjadi tentram karena mendengarkan Dhamma. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 83 Orang bajik membuang kemelekatan terhadap sesuatu, orang suci tidak membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan nafsu keinginan. Dalam menghadapi kebahagiaan atau kemalangan, Orang bijaksana tidak menjadi gembira maupun kecewa. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 84 Seseorang yang arif tidak berbuat jahat demi kepentingannya sendiri ataupun orang lain, demikian pula ia tidak menginginkan anak, kekayaan, pangkat atau keberhasilan dengan cara yang tidak benar. Orang seperti itulah yang sebenarnya luhur, bijaksana, dan berbudi. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 85 Diantara umat manusia hanya sedikit yang dapat mencapai pantai seberang, sebagian besar hanya berjalan hilir mudik di tepi sebelah sini. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 86 Mereka yang hidup sesuai dengan Dhamma yang telah diterangkan dengan baik, akan mencapai Pantai Seberang, menyeberangi alam kematian yang sangat sukar diseberangi. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 87 Meninggalkan rumah dan pergi menempuh kehidupan tanpa rumah, demikian hendaknya orang bijaksana meninggalkan keadaan gelap kebodohan, dan mengembangkan keadaan terang kebijaksanaan. Hendaknya ia mencari kebahagiaan pada ketidakmelekatan yang sulit didapat. Cerita terjadinya syair ini⦠13. 88 Dengan meninggalkan semua kesenangan indria dan kemelekatan, demikian hendaknya orang bijaksana membersihkan dirinya dari noda-noda pikiran. Cerita terjadinya syair ini⦠14. 89 Mereka yang telah menyempurnakan pikirannya dalam Tujuh Faktor Penerangan, yang tanpa ikatan, yang bergembira dengan batin yang bebas, yang telah bebas dari kekotoran batin, yang bersinar, maka sesungguhnya mereka telah mencapai Nibbana dalam kehidupan sekarang ini juga. Cerita terjadinya syair ini⦠VII. ARAHAT 1. 90 Orang yang telah menyelesaikan perjalanannya yang telah terbebas dari segala hal, Yang telah menghancurkan semua ikatan, maka dalam dirinya tidak ada lagi demam nafsu. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 91 Orang yang telah telah sadar dan meninggalkan kehidupan rumah tangga, tidak lagi terikat pada tempat kediaman. Bagaikan kawanan angsa yang meninggalkan kolam demi kolam, demikianlah mereka meninggalkan tempat kediaman demi tempat kediaman. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 92 Mereka yang tidak lagi mengumpulkan harta duniawi, yang sederhana dalam makanan, yang telah mencapai āKebebasan Mutlakā, maka jejak mereka tidak dapat dilacak, bagaikan burung-burung di angkasa. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 93 Ia yang telah memusnahkan semua kekotoran batin, yang tidak lagi terikat pada makanan, yang telah menyadari Kebebasan Mutlak, maka jejaknya tidak dapat dilacak, bagaikan burung-burung di angkasa. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 94 Ia yang telah menaklukkan dirinya, bagaikan seorang kusir mengendalikan kudanya, yang telah bebas dari kesombongan dan kekotoran batin, maka para dewa pun akan mengasihi orang suci seperti ini. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 95 Bagaikan tanah, demikian pula orang suci. Tidak pernah marah, teguh pikirannya bagaikan tugu kota indakhila, bersih tingkah lakunya bagaikan kolam tak berlumpur. Bagi orang suci seperti ini tak ada lagi siklus kehidupan. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 96 Orang suci yang memiliki pengetahuan sejati, yang telah terbebas, damai dan seimbang batinnya, maka ucapan, perbuatan serta pikirannya senantiasa tenang. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 97 Orang yang telah bebas dari ketahyulan, yang telah mengerti keadaan tak tercipta nibbana, yang telah memutuskan semua ikatan tumimbal lahir yang telah mengakhiri kesempatan baik dan jahat, yang telah menyingkirkan semua nafsu keinginan, maka sesungguhnya ia adalah orang yang paling mulia. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 98 Apakah di desa atau di dalam hutan, di tempat yang rendah atau di atas bukit, di mana pun Para Suci menetap, maka tempat itu sungguh menyenangkan. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 99 Hutan bukan tempat yang menyenangkan bagi orang duniawi, namun di sanalah orang-orang yang telah bebas dari nafsu bergembira, karena mereka tidak lagi mencari kesenangan indria. Cerita terjadinya syair ini⦠VIII. RIBUAN 1. 100 Daripada seribu kata yang tak berarti, adalah lebih baik sepatah kata yang bermanfaat, yang dapat memberi kedamaian kepada pendengarnya. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 101 Daripada seribu bait syair yang tak berguna, adalah lebih baik sebait syair yang berguna, yang dapat memberi kedamaian kepada pendengarnya. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 102 Daripada seribu bait syair yang tak bermanfaat, adalah lebih baik satu kata Dhamma, yang dapat memberi kedamaian kepada pendengarnya. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 103 Walaupun seseorang dapat menaklukkan ribuan musuh dalam ribuan kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 104 Menaklukkan diri sendiri sesungguhnya lebih baik daripada menaklukkan makhluk lain; orang yang telah menaklukkan dirinya sendiri selalu dapat mengendalikan diri. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 105 Tidak ada Dewa, Mara, Gandhabba, ataupun Brahmana, yang dapat mengubah kemenangan dari orang yang telah dapat menaklukkan dirinya sendiri. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 106 Biarpun bulan demi bulan seseorang mempersembahkan seribu korban selama seratus tahun, namun lebih baik jika menghormati orang yang memiliki pengendalian diri, walaupun hanya sesaat saja. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 107 Biarpun selama seratus tahun seseorang menyalakan api pemujaan di hutan, namun sesungguhnya lebih baik jika ia, walaupun hanya sesaat saja, menghormati orang yang telah memiliki pengendalian diri. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 108 Dalam dunia ini, pengorbanan dan persembahan apapun yang dilakukan oleh seseorang selama seratus tahun, untuk memperoleh pahala dari perbuatannya itu, semuanya tidak berharga seperempat bagian pun, daripada penghormatan yang diberikan kepada orang yang hidupnya lurus. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 109 Ia yang selalu menghormati dan menghargai orang yang lebih tua, kelak akan memperoleh empat hal, yaitu umur panjang, kecantikan, kebahagiaan, dan kekuatan. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 110 Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi memiliki kelakuan buruk dan tak terkendali, sesungguhnya lebih baik adalah kehidupan sehari dari orang yang memiliki sila dan tekun bersamadhi. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 111 Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi tidak bijaksana dan tidak terkendali, sesungguhnya lebih baik adalah kehidupan sehari dari orang yang bijaksana dan tekun bersamadhi. Cerita terjadinya syair ini⦠13. 112 Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi malas dan tidak bersemangat, maka sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang berjuang dengan penuh semangat. Cerita terjadinya syair ini⦠14. 113 Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi tidak dapat melihat timbul tenggelamnya segala sesuatu yang berkondisi, sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang yang dapat melihat timbul tenggelamnya segala sesuatu yang berkondisi. Cerita terjadinya syair ini⦠15. 114 Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi tidak dapat melihat ākeadaan tanpa kematianā nibbana, sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang yang dapat melihat ākeadaan tanpa kematianā. Cerita terjadinya syair ini⦠16. 115 Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi tidak dapat melihat keluhuran Dhamma Dhammamuttamam, sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang yang dapat melihat keluhuran Dhamma. Cerita terjadinya syair ini⦠IX. KEJAHATAN 1. 116 Bergegaslah berbuat kebajikan, dan kendalikan pikiranmu dari kejahatan; barang siapa lamban berbuat bajik, maka pikirannya akan senang dalam kejahatan. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 117 Apabila seseorang berbuat jahat, hendaklah ia tidak mengulangi perbuatannya itu, dan jangan merasa senang dengan perbuatan itu, sungguh menyakitkan akibat dari memupuk perbuatan jahat. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 118 Apabila seseorang berbuat bajik, hendaklah dia mengulangi perbuatannya itu dan bersuka cita dengan perbuatannya itu, sungguh membahagiakan akibat dari memupuk perbuatan bajik. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 119 Pembuat kejahatan hanya melihat hal yang baik,selama buah perbuatan jahatnya belum masak, tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak, ia akan melihat akibat-akibatnya yang buruk. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 120 Pembuat kebajikan hanya melihat hal yang buruk,selama buah perbuatan bajiknya belum masak, tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak, ia akan melihat akibat-akibatnya yang baik. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 121 Jangan meremehkan kejahatan walaupun kecil, dengan berkata āPerbuatan jahat tidak akan membawa akibatā. Bagaikan sebuah tempayan akan terisi penuh oleh air yang jatuh setetes demi setetes, demikian pula orang bodoh sedikit demi sedikit memenuhi dirinya dengan kejahatan. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 122 Janganlah meremehkan kebajikan walaupun kecil dengan berkata āPerbuatan bajik tidak akan membawa akibat.ā Bagaikan sebuah tempayan akan terisi penuh oleh air yang dijatuhkan setetes demi setetes, demikian pula orang bijaksana sedikit demi sedikit memenuhi dirinya dengan kebajikan. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 123 Bagaikan seorang saudagar yang dengan sedikit pengawal membawa banyak harta, menghindari jalan yang berbahaya, demikian pula orang yang mencintai hidup, hendaknya menghindari racun dan hal-hal yang jahat. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 124 Apabila seseorang tidak mempunyai luka di tangan, maka ia dapat menggenggam racun. Racun tidak akan mencelakakan orang yang tidak luka. Tiada penderitaan bagi orang yang tidak berbuat jahat. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 125 Barangsiapa berbuat jahat terhadap orang baik, orang suci, dan orang yang tidak bersalah, maka kejahatan akan berbalik menimpa orang bodoh itu, bagaikan debu yang dilempar melawan angin. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 126 Sebagian orang terlahir melalui kandungan; pelaku kejahatan terlahir di alam neraka; orang yang berkelakuan baik pergi ke surga; dan orang yang bebas dari kekotoran batin mencapai nibbana. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 127 Tidak di langit, di tengah lautan, di celah-celah gunung atau di manapun juga, dapat ditemukan suatu tempat bagi seseorang untuk dapat menyembunyikan diri dari akibat perbuatan jahatnya. Cerita terjadinya syair ini⦠13. 128 Tidak di langit, di tengah lautan, di celah-celah gunung atau di manapun juga, dapat ditemukan suatu tempat bagi seseorang untuk dapat menyembunyikan diri dari kematian. Cerita terjadinya syair ini⦠X. HUKUMAN 1. 129 Semua orang takut akan hukuman; semua orang takut akan kematian. Setelah membandingkan orang lain dengan diri sendiri, hendaknya seseorang tidak membunuh atau mengakibatkan pembunuhan. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 130 Semua orang takut akan hukuman; semua orang mencintai kehidupan. Setelah membandingkan orang lain dengan diri sendiri, hendaknya seseorang tidak membunuh atau mengakibatkan pembunuhan. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 131 Barang siapa mencari kebahagiaan untuk dirinya sendiri dengan jalan menganiaya makhluk lain yang juga mendambakan kebahagiaan, maka setelah mati ia tak akan memperoleh kebahagiaan. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 132 Barang siapa mencari kebahagiaan untuk dirinya sendiri dengan jalan tidak menganiaya makhluk lain yang juga mendambakan kebahagiaan, maka setelah mati ia akan memperoleh kebahagiaan. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 133 Jangan berbicara kasar kepada siapapun, karena mereka yang mendapat perlakuan demikian, akan membalas dengan cara yang sama. Sungguh menyakitkan ucapan kasar itu, yang pada gilirannya akan melukaimu. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 134 Apabila engkau berdiam diri bagaikan sebuah gong pecah, berarti engkau telah mencapai nibbana, sebab keinginan membalas dendam tak terdapat lagi dalam dirimu. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 135 Bagaikan seorang penggembala menghalau sapinya dengan tongkat ke padang rumput, begitu juga umur tua dan kematian menghalau kehidupan setiap makhluk. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 136 Apabila orang bodoh melakukan kejahatan, ia tak mengerti akan akibat perbuatannya. Orang bodoh akan tersiksa oleh perbuatannya sendiri, seperti orang yang terbakar oleh api. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 137 Seseorang yang menghukum mereka yang tidak patut dihukum dan tidak bersalah, akan segera memperoleh salah satu di antara sepuluh keadaan berikut Cerita terjadinya syair ini⦠10. 138 Ia akan mengalami penderitaan hebat, kecelakaan, luka berat, sakit berat, atau bahkan hilang ingatan. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 139 Atau ditindak oleh raja, atau mendapat tuduhan yang berat, atau kehilangan sanak saudara, atau harta kekayaannya habis. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 140 Atau rumahnya musnah terbakar, dan setelah tubuhnya hancur, orang bodoh ini akan terlahir kembali di alam neraka. Cerita terjadinya syair ini⦠13. 141 Bukan dengan cara telanjang, rambut dijalin, badan kotor berlumpur, berpuasa, berbaring di tanah, melumuri tubuh dengan debu, ataupun berjongkok di atas tumit, seseorang yang belum bebas dari keragu-raguan dapat mensucikan diri. Cerita terjadinya syair ini⦠14. 142 Walau digoda dengan cara bagaimanapun, tetapi bila seseorang dapat menjaga ketenangan pikirannya, damai, mantap, terkendali, suci murni dan tidak lagi menyakiti makhluk lain, sesungguhnya ia adalah seorang brahmana, seorang samana, seorang bhikkhu. Cerita terjadinya syair ini⦠15. 143 Dalam dunia ini jarang ditemukan seseorang yang dapat mengendalikan diri dengan memiliki rasa malu untuk berbuat jahat, yang senantiasa waspada, bagaikan seekor kuda yang terlatih baik dapat menghindari cemeti. Cerita terjadinya syair ini⦠16. 144 Bagaikan seekor kuda yang terlatih baik, walaupun sekali saja merasakan cambukan, segera menjadi bersemangat dan berlari cepat, demikian pula halnya dengan orang yang rajin, penuh keyakinan, memiliki sila, semangat, konsentrasi dan menyelidiki Ajaran Benar, dengan bekal pengetahuan dan tingkah laku sempurna serta memiliki kesadaran, akan segera meninggalkan penderitaan yang berat ini. Cerita terjadinya syair ini⦠17. 145 Pembuat saluran air mengatur jalannya air, tukang panah meluruskan anak panah, tukang kayu melengkungkan kayu, orang bajik mengendalikan dirinya sendiri. Cerita terjadinya syair ini⦠XI. USIA TUA 1. 146 Mengapa tertawa, mengapa bergembira kalau dunia ini selalu terbakar? Dalam kegelapan, tidakkan engkau ingin mencari terang? Cerita terjadinya syair ini⦠2. 147 Pandanglah tubuh yang indah ini, penuh luka, terdiri dari rangkaian tulang, berpenyakit serta memerlukan banyak perawatan. Ia tidak kekal serta tidak tetap keadaannya. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 148 Tubuh ini benar-benar rapuh, sarang penyakit dan mudah membusuk. Tumpukan yang menjijikkan ini akan hancur berkeping-keping. Sesungguhnya, kehidupan ini akan berakhir dengan kematian. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 149 Bagaikan labu yang dibuang pada musim rontok, demikian pula halnya dengan tulang-tulang yang memutih ini. Kesenangan apakah yang didapat dari memandangnya? Cerita terjadinya syair ini⦠5. 150 Kota tubuh ini terbuat dari tulang belulang yang dibungkus oleh daging dan darah. Di sinilah terdapat kelapukan dan kematian, kesombongan dan iri hati. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 151 Kereta kerajaan yang indah sekalipun pasti akan lapuk, begitu pula tubuh ini akan menjadi tua. Tetapi Ajaranā Dhamma orang suci tidak akan lapuk. Sesungguhnya dengan cara inilah orang suci mengajarkan kebaikan. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 152 Orang yang tidak mau belajar akan menjadi tua seperti sapi; dagingnya bertambah tetapi kebijaksanaannya tidak berkembang. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 153 Dengan melalui banyak kelahiran aku telah mengembara dalam samsara siklus kehidupan. Terus mencari, namun tidak kutemukan pembuat rumah ini. Sungguh menyakitkan kelahiran yang berulang-ulang ini. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 154 O, pembuat rumah, engkau telah ku lihat, engkau tak dapat membangun rumah lagi. Seluruh atapmu telah runtuh dan tiangmu belandarmu telah patah. Sekarang batinku telah mencapai Keadaan tak Berkondisi Nibbanaā. Pencapaian ini merupakan akhir daripada nafsu keinginan. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 155 Mereka yang tidak menjalankan kehidupan suci serta tidak mengumpulkan bekal kekayaan selagi masih muda, akan merana seperti bangau tua yang berdiam di kolam yang tidak ada ikannya. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 156 Mereka yang tidak menjalankan kehidupan suci serta tidak mengumpulkan bekal kekayaan selagi masih muda, akan terbaring seperti busur panah yang rusak, menyesali masa lampaunya Cerita terjadinya syair ini⦠XII. DIRI SENDIRI 1. 157 Bila orang mencintai dirinya sendiri, maka ia harus menjaga dirinya dengan baik. Orang bijaksana selalu waspada selama tiga masa dalam kehidupannya. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 158 Hendaknya orang terlebih dahulu mengembangkan diri sendiri dalam hal-hal yang patut, dan selanjutnya melatih orang lain. Orang bijaksana yang berbuat demikian tak akan dicela Cerita terjadinya syair ini⦠3. 159 Sebagaimana ia mengajari orang lain, demikianlah hendaknya ia berbuat. Setelah ia dapat mengendalikan dirinya sendiri dengan baik, hendaklah ia melatih orang lain. Sesungguhnya amat sukar untuk mengendalikan diri sendiri. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 160 Diri sendiri sesungguhnya adalah pelindung bagi diri sendiri. Karena siapa pula yang dapat menjadi pelindung bagi dirinya? Setelah dapat mengendalikan dirinya sendiri dengan baik, ia akan memperoleh perlindungan yang sungguh amat sukar dicari. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 161 Kejahatan yang dilakukan oleh diri sendiri, timbul dari diri sendiri serta disebabkan oleh diri sendiri, akan menghancurkan orang bodoh, bagaikan intan memecah permata yang keras. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 162 Orang yang berkelakuan buruk adalah seperti tanaman menjalar maluva yang melilit pohon sala. Ia akan terjerumus sendiri, seperti apa yang diharapkan musuh terhadap dirinya. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 163 Sungguh mudah untuk melakukan hal-hal yang buruk dan tak bermanfaat, tetapi sungguh sulit untuk melakukan hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 164 Karena pandangan yang salah orang bodoh menghina ajaran orang mulia, orang suci dan orang bijak. Ia akan menerima akibatnya yang buruk, seperti rumput kastha yang berbuah hanya untuk menghancurkan dirinya sendiri. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 165 Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan, oleh diri sendiri seseorang menjadi suci. Suci atau tidak suci tergantung pada diri sendiri. Tak seseorang pun yang dapat mensucikan orang lain. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 166 Jangan karena demi kesejahteraan orang lain lalu seseorang melalaikan kesejahteraan sendiri. Setelah memahami tujuan akhir bagi diri sendiri, hendaklah ia teguh melaksanakan tugas kewajibannya. Cerita terjadinya syair ini⦠XIII. DUNIA 1. 167 Janganlah mengejar sesuatu yang rendah, janganlah hidup dalam kelengahan. Janganlah menganut pandangan-pandangan salah, dan janganlah menjadi pendukung keduniawian. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 168 Bangun! Jangan lengah! Tempuhlah kehidupan benar. Barang siapa menempuh kehidupan benar, maka ia akan hidup bahagia di dunia ini maupun di dunia selanjutnya. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 169 Hendaklah seseorang hidup sesuai dengan Dhamma dan tak menempuh cara-cara jahat. Barang siapa hidup sesuai Dhamma, maka ia akan hidup bahagia di dunia ini maupun di dunia selanjutnya. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 170 Barangsiapa dapat memandang dunia ini seperti melihat busa atau seperti ia melihat fatamorgana, maka Raja Kematian tidak dapat menemukan dirinya. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 171 Marilah, pandanglah dunia ini yang seperti kereta kerajaan yang penuh hiasan, yang membuat orang bodoh terlelap di dalamnya. Tetapi bagi orang yang mengetahui, maka tak ada lagi ikatan dalam dirinya. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 172 Barang siapa yang sebelumnya pernah malas, tetapi kemudian tidak malas, maka ia akan menerangi dunia ini bagaikan bulan yang terbebas dari awan. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 173 Barang siapa meninggalkan perbuatan jahat yang pernah dilakukan dengan jalan berbuat kebajikan, maka ia akan menerangi dunia ini bagai bulan yang bebas dari awan. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 174 Dunia ini terselubung kegelapan, dan hanya sedikit orang yang dapat melihat dengan jelas. Bagaikan burung-burung kena jerat, hanya sedikit yang dapat melepaskan diri; demikian pula hanya sedikit orang yang dapat pergi ke alam surga. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 175 Kawanan angsa terbang menuju matahari, orang-orang yang memiliki kekuatan gaib terbang di udara. Orang bijaksana berjalan menuju kesucian setelah menaklukkan Mara beserta bala tentaranya. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 176 Orang yang melanggar salah satu Dhamma sila keempat, yakni selalu berkata bohong, yang tidak memperdulikan dunia mendatang, maka tak ada kejahatan yang tidak dilakukannya. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 177 Sesungguhnya orang kikir tidak dapat pergi ke alam dewa. Orang bodoh tidak memuji kemurahan hati. Akan tetapi orang bijaksana senang dalam memberi, dan karenanya ia akan bergembira di alam berikutnya. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 178 Ada yang lebih baik daripada kekuasaan mutlak atas bumi, daripada pergi ke surga, atau daripada memerintah seluruh dunia, yakni hasil kemuliaan dari seorang suci yang telah memenangkan arus sotapatti-phala. Cerita terjadinya syair ini⦠XIV. BUDDHA 1. 179 Beliau yang kemenangannya tak dapat dikalahkan lagi, yang nafsunya telah diatasi dan tidak mengikutinya lagi, Sang Buddha yang tiada bandingnya, yang tanpa jejak nafsu, dengan cara apa akan kaugoda Beliau? Cerita terjadinya syair ini⦠2. 180 Beliau yang tak terjerat dan terlibat nafsu keinginan yang menyebabkan kelahiran, Sang Buddha yang tiada bandingnya, yang tanpa jejak nafsu, dengan cara apa akan kaugoda Beliau? Cerita terjadinya syair ini⦠3. 181 Orang bijaksana yang tekun bersamadhi, yang bergembira dalam kedamaian pelepasan, yang memiliki kesadaran sejati dan telah mencapai Penerangan Sempurna, akan dicintai oleh para dewa. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 182 Sungguh sulit untuk dapat dilahirkan sebagai manusia, sungguh sulit kehidupan manusia, sungguh sulit untuk dapat mendengarkan Ajaran Benar, begitu pula, sungguh sulit munculnya seorang Buddha. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 183 Tidak melakukan segala bentuk kejahatan, senantiasa mengembangkan kebajikan dan membersihkan batin; inilah Ajaran Para Buddha. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 184 Kesabaran adalah praktek bertapa yang paling tinggi. āNibbana adalah tertinggiā begitulah sabda Para Buddha. Dia yang masih menyakiti orang lain sesungguhnya bukanlah seorang pertapa samana. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 185 Tidak menghina, tidak menyakiti, dapat mengendalikan diri sesuai dengan peraturan, memiliki sikap madya dalam hal makan, berdiam di tempat yang sunyi serta giat mengembangkan batin nan luhur; inilah Ajaran Para Buddha. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 186 Bukan dalam hujan emas dapat ditemukan kepuasan nafsu indria. Nafsu indria hanya merupakan kesenangan sekejap yang membuahkan penderitaan. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 187 Bagi orang bijaksana yang dapat memahami, hal itu tidak membuatnya bergembira bila mendapat kesenangan surgawi sekalipun. Siswa Sang Buddha Yang Maha Sempurna bergembira dalam penghancuran nafsu-nafsu keinginan. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 188 Karena rasa takut, banyak orang pergi mencari perlindungan ke gunung-gunung, ke arama-arama hutan buatan, ke pohon-pohon dan ke tempat-tempat pemujaan yang dianggap keramat. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 189 Tetapi itu bukanlah perlindungan yang aman, bukanlah perlindungan yang utama. Dengan mencari perlindungan seperti itu, orang tidak akan bebas dari penderitaan. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 190 Ia yang telah berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Sangha, dengan bijaksana dapat melihat Empat Kebenaran Mulia, yaitu Cerita terjadinya syair ini⦠13. 191 Dukkha, sebab dari dukkha, akhir dari dukkha, serta Jalan Mulia Berfaktor Delapan yang menuju pada akhir dukkha. Cerita terjadinya syair ini⦠14. 192 Sesungguhnya itulah perlindungan yang utama. Dengan pergi mencari perlindungan seperti itu, orang akan bebas dari segala penderitaan. Cerita terjadinya syair ini⦠15. 193 Sukar untuk berjumpa dengan manusia yang mempunyai kebijaksanaan Agung. Orang seperti itu tidak akan dilahirkan di sebarang tempat. Tetapi dimanapun orang seperti itu dilahirkan, maka keluarganya akan hidup bahagia. Cerita terjadinya syair ini⦠16. 194 Kelahiran Para Buddha merupakan sebab kebahagiaan. Pembabaran Ajaran Benar merupakan sebab kebahagiaan. Persatuan Sangha merupakan sebab kebahagiaan. Dan usaha perjuangan mereka yang telah bersatu merupakan sebab kebahagiaan. Cerita terjadinya syair ini⦠17. 195 Ia yang menghormati mereka yang patut dihormati, yakni Para Buddha atau siswa-siswa-Nya, yang telah dapat mengatasi rintangan-rintangan, akan bebas dari kesedihan dan ratap tangis. Cerita terjadinya syair ini⦠18. 196 Ia yang menghormati orang-orang suci yang telah menemukan kedamaian dan telah bebas dari ketakutan; maka jasa perbuatannya tak dapat diukur dengan ukuran apapun. Cerita terjadinya syair ini⦠XV. KEBAHAGIAAN 1. 197 Sungguh bahagia jika kita hidup tanpa membenci di antara orang-orang yang membenci; di antara orang-orang yang membenci, kita hidup tanpa benci. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 198 Sungguh bahagia jika kita hidup tanpa penyakit di antara orang-orang yang berpenyakit; di antara orang-orang yang berpenyakit, kita hidup tanpa penyakit. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 199 Sungguh bahagia jika kita hidup tanpa keserakahan di antara orang-orang yang serakah; di antara orang-orang yang serakah, kita hidup tanpa keserakahan. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 200 Sungguh bahagia hidup kita ini apabila sudah tidak terikat lagi oleh rasa ingin memiliki. Kita akan hidup dengan bahagia bagaikan dewa-dewa di alam yang cemerlang. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 201 Kemenangan menimbulkan kebencian, dan yang kalah hidup dalam penderitaan. Setelah dapat melepaskan diri dari kemenangan dan kekalahan, orang yang penuh damai akan hidup bahagia. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 202 Tiada api yang menyamai nafsu; tiada kejahatan yang menyamai kebencian; tiada penderitaan yang menyamai kelompok kehidupan khandha; dan tiada kebahagiaan yang lebih tinggi daripada Kedamaian Abadiā nibbana. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 203 Kelaparan merupakan penyakit yang paling berat. Segala sesuatu yang berkondisi merupakan penderitaan yang paling besar. Setelah mengetahui hal ini sebagaimana adanya, orang bijaksana memahami bahwa nibbana merupakan kebahagiaan tertinggi. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 204 Kesehatan adalah keuntungan yang paling besar. Kepuasan adalah kekayaan yang paling berharga. Kepercayaan adalah saudara yang paling baik. Nibbana adalah kebahagiaan yang tertinggi. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 205 Setelah mencicipi rasa penyepian dan ketentraman, maka ia akan bebas dari duka-cita dan tidak ternoda, serta mereguk kebahagiaan dalam Dhamma. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 206 Bertemu dengan para ariya adalah baik, tinggal bersama mereka merupakan suatu kebahagiaan, orang akan selalu berbahagia bila tak menjumpai orang bodoh. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 207 Seseorang yang sering bergaul dengan orang bodoh pasti akan meratap lama sekali. Karena bergaul dengan orang bodoh adalah penderitaan seperti tinggal bersama musuh. Tetapi, siapa yang tinggal bersama orang bijaksana akan berbahagia, sama seperti sanak keluarga yang kumpul bersama. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 208 Karena itu, ikutilah orang yang pandai, bijaksana, terpelajar, tekun, patuh dan mulia; hendaklah engkau selalu dekat dengan orang yang bajik dan pandai seperti itu, bagaikan bulan mengikuti peredaran bintang. Cerita terjadinya syair ini⦠XVI. KECINTAAN 1. 209 Orang yang memperjuangkan apa yang seharusnya dihindari, dan tidak memperjuangkan apa yang seharusnya diperjuangkan; melepaskan apa yang baik dan melekat pada apa yang tidak menyenangkan, akan merasa iri terhadap mereka yang tekun dalam latihan. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 210 Janganlah melekat pada apa yang dicintai atau yang tidak dicintai. Tidak bertemu dengan mereka yang dicintai dan bertemu dengan mereka yang tidak dicintai, keduanya merupakan penderitaan. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 211 Oleh sebab itu, janganlah mencintai apapun, karena berpisah dengan apa yang dicintai adalah menyedihkan. Tiada lagi ikatan bagi mereka yang telah bebas dari mencintai dan tidak mencintai. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 212 Dari yang disayangi timbul kesedihan, dari yang disayangi timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari yang disayangi, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 213 Dari cinta timbul kesedihan, dari cinta timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari rasa cinta, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 214 Dari kemelekatan timbul kesedihan, dari kemelekatan timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari kemelekatan, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 215 Dari nafsu timbul kesedihan, dari nafsu timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari nafsu, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 216 Dari keinginan timbul kesedihan, dari keinginan timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari keinginan, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 217 Barang siapa sempurna dalam sila dan mempunyai pandangan terang, teguh dalam Dhamma, selalu berbicara benar dan memenuhi segala kewajibannya, maka semua orang akan mencintainya. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 218 Barang siapa bermaksud ingin mencapai Yang Tak Dinyatakanā nibbana, yang batinnya tidak lagi terikat oleh kesenangan indria, orang seperti itu disebut āyang telah pergi ke hilir arus kehidupanā. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 219 Setelah lama seseorang pergi jauh dan kemudian pulang ke rumah dengan selamat, maka keluarga, kerabat dan sahabat akan menyambutnya dengan senang hati. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 220 Begitu juga, perbuatan-perbuatan baik yang telah dilakukan akan menyambut pelakunya yang telah pergi dari dunia ini ke dunia selanjutnya, seperti keluarga yang menyambut pulangnya orang tercinta. Cerita terjadinya syair ini⦠XVII. KEMARAHAN 1. 221 Hendaklah orang menghentikan kemarahan dan kesombongan, hendaklah ia mengatasi semua belenggu. Orang yang tidak lagi terikat pada batin dan jasmani, yang telah bebas dari nafsu-nafsu, tak akan menderita lagi. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 222 Barangsiapa yang dapat menahan kemarahannya yang telah memuncak seperti menahan kereta yang sedang melaju, ia patut disebut sais sejati. Sedangkan sais lainnya hanya sebagai pemegang kendali belaka. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 223 Kalahkan kemarahan dengan cinta kasih dan kalahkan kejahatan dengan kebajikan. Kalahkan kekikiran dengan kemurahan hati, dan kalahkan kebohongan dengan kejujuran. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 224 Hendaknya orang berbicara benar, hendaknya orang tidak marah, hendaknya orang memberi walaupun sedikit kepada mereka yang membutuhkan. Dengan tiga cara ini, orang dapat pergi ke hadapan para dewa. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 225 Orang-orang suci yang tidak menganiaya mahluk lain dan selalu terkendali jasmaninya, akan sampai pada Keadaan Tanpa Kematianā nibbana; dan setelah sampai pada keadaan itu, kesedihan tak akan ada lagi dalam dirinya. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 226 Mereka yang senantiasa sadar, tekun melatih diri siang dan malam, selalu mengarahkan batin ke nibbana, maka semua kekotoran batin dalam dirinya akan musnah. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 227 O Atula, hal ini telah ada sejak dahulu dan bukan saja ada sekarang, di mana mereka mencela orang yang duduk diam, mereka mencela orang yang banyak bicara, mereka juga mencela orang yang sedikit bicara. Tak ada seorangpun di dunia ini yang tak dicela. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 228 Tidak pada zaman dahulu, waktu yang akan datang ataupun waktu sekarang, dapat ditemukan seseorang yang selalu dicela maupun yang selalu dipuji. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 229 Setelah memperhatikan secara seksama, orang bijaksana memuji ia yang menempuh kehidupan tanpa cela, pandai serta memiliki kebijaksanaan dan sila. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 230 Siapakah yang layak merendahkan orang tanpa cela seperti sepotong emas murni? Para dewa akan selalu memujinya, begitu pula para brahmana. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 231 Hendaklah orang selalu menjaga rangsangan jasmani, hendaklah ia selalu mengendalikan jasmaninya. Setelah menghentikan perbuatan-perbuatan jahat melalui jasmani, hendaklah ia giat melakukan perbuatan-perbuatan baik melalui jasmani. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 232 Hendaklah orang selalu menjaga rangsangan ucapan, hendaklah ia mengendalikan ucapannya. hendaklah ia giat melakukan perbuatan-perbuatan baik melalui ucapan. Cerita terjadinya syair ini⦠13. 233 Hendaklah orang selalu menjaga rangsangan pikiran, hendaklah ia mengendalikan pikirannya. Setelah menghentikan perbuatan-perbuatan jahat melalui pikiran, hendaklah ia giat melakukan perbuatan-perbuatan baik melalui pikiran. Cerita terjadinya syair ini⦠14. 234 Para bijaksana terkendali perbuatan, ucapan, dan pikirannya. Sesungguhnya mereka itu benar-benar telah dapat menguasai diri. Cerita terjadinya syair ini⦠XVIII. NODA ā NODA 1. 235 Sekarang ini engkau bagaikan daun mengering layu. Para utusan raja kematian Yama telah menantimu. Engkau telah berdiri di ambang pintu keberangkatan, namun tidak kaumiliki bekal untuk perjalanan nanti. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 236 Buatlah pulau bagi dirimu sendiri Berusahalah sekarang juga dan jadikan dirimu bijaksana. Setelah membersihkan noda-noda dan bebas dari nafsu keinginan, maka engkau akan mencapai alam kedamaian para Ariya. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 237 Sekarang kehidupanmu telah mendekati akhir, dan engkau telah mulai berjalan ke hadapan raja kematian Yama. Tidak ada tempat bagimu berhenti di perjalanan, sedangkan engkau belum memiliki bekal untuk perjalananmu. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 238 Buatlah pulau bagi dirimu sendiri. Berusahalah sekarang juga dan jadikan dirimu bijaksana. Setelah membersihkan noda-noda dan bebas dari nafsu keinginan, maka kelahiran dan kematian tidak akan datang lagi padamu. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 239 Dengan latihan bertahap, sedikit demi sedikit, dari waktu ke waktu hendaklah orang bijaksana membersihkan noda-noda yang ada dalam dirinya, bagaikan seorang pandai perak membersihkan perak yang berkarat. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 240 Bagaikan karat yang timbul dari besi, bila telah timbul akan menghancurkan besi itu sendiri, begitu pula perbuatan-perbuatan sendiri yang buruk akan menjerumuskan pelakunya ke alam kehidupan yang menyedihkan. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 241 Tidak membaca ulang adalah noda bagi mantra, tidak berusaha adalah noda bagi kehidupan berumah tangga. Kemalasan adalah noda bagi kecantikan, dan kelengahan adalah noda bagi seorang penjaga. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 242 Kelakuan buruk adalah noda bagi seorang wanita, kekikiran adalah noda bagi seorang dermawan. Sesungguhnya, segala bentuk kejahatan merupakan noda, baik dalam dunia ini maupun dalam dunia selanjutnya. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 243 Yang lebih buruk dari semua noda adalah kebodohan. Kebodohan merupakan noda paling buruk. O, para bhikkhu, singkirkanlah noda ini dan hiduplah tanpa noda. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 244 Hidup ini mudah bagi orang yang tidak tahu malu, yang suka menonjolkan diri seperti seekor burung gagak, suka menfitnah, tidak tahu sopan santun, pongah, dan menjalankan hidup kotor. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 245 Hidup ini sukar bagi orang yang tahu malu, yang senantiasa mengejar kesucian, yang bebas dari kemelekatan, rendah hati, menjalankan hidup bersih dan penuh perhatian. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 246 Barang siapa membunuh makhluk hidup, suka berbicara tidak benar, mengambil apa yang tidak diberikan, merusak kesetiaan istri orang lain, Cerita terjadinya syair ini⦠13. 247 Atau menyerah pada minuman yang memabukkan; maka di dunia ini orang seperti itu bagaikan menggali kubur bagi dirinya sendiri. Cerita terjadinya syair ini⦠14. 248 Orang baik, ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak mudah mengendalikan hal-hal yang jahat. Jangan biarkan keserakahan dan kejahatan menyeretmu ke dalam penderitaan yang tak berkesudahan. Cerita terjadinya syair ini⦠15. 249 Orang-orang memberi sesuai dengan keyakinan dan menurut kesenangan hati mereka. Karena itu barang siapa yang merasa iri atas makanan dan minuman orang lain, ia tidak akan memperoleh kedamaian batin, baik siang ataupun malam. Cerita terjadinya syair ini⦠16. 250 Orang yang telah memotong perasaan iri hati ini seluruhnya, mencabut akar-akarnya serta menghancurkannya, akan memperoleh kedamaian batin, baik siang ataupun malam. Cerita terjadinya syair ini⦠17. 251 Tiada api yang menyamai nafsu, tiada cengkeraman yang dapat menyamai kebencian, tiada jaring yang dapat menyamai ketidaktahuan, dan tiada arus yang sederas nafsu keinginan. Cerita terjadinya syair ini⦠18. 252 Amat mudah melihat kesalahan-kesalahan orang lain, tetapi sangat sulit untuk melihat kesalahan-kesalahan sendiri. Seseorang dapat menunjukkan kesalahan-kesalahan orang lain seperti menampi dedak, tetapi ia menyembunyikan kesalahan-kesalahannya sendiri seperti penjudi licik menyembunyikan dadu yang berangka buruk. Cerita terjadinya syair ini⦠19. 253 Barang siapa yang selalu memperhatikan dan mencari-cari kesalahan orang lain, maka kekotoran batin dalam dirinya akan bertambah dan ia semakin jauh dari penghancuran kekotoran-kekotoran batin. Cerita terjadinya syair ini⦠20. 254 Tidak ada jejak di angkasa, tidak ada orang suci di luar Dhamma. Umat manusia bergembira di dalam belenggu, tetapi Para Tathagata telah bebas dari semua itu. Cerita terjadinya syair ini⦠21. 255 Tidak ada jejak di angkasa, tidak ada orang suci di luar Dhamma. Tidak ada hal-hal berkondisi yang abadi. Tidak ada lagi keragu-raguan bagi Para Buddha. Cerita terjadinya syair ini⦠XIX. ORANG ADIL 1. 256 Orang yang memutuskan segala sesuatu dengan tergesa-gesa tidak dapat dikatakan sebagai orang adil Orang bijaksana hendaknya memeriksa dengan teliti mana yang benar dan mana yang salah. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 257 Orang yang mengadili orang lain dengan tidak tergesa-gesa, bersikap adil dan tidak berat sebelah, yang senantiasa menjaga kebenaran, pantas disebut orang adil. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 258 Seseorang tidak dapat dikatakan bijaksana hanya karena ia banyak bicara. tetapi orang yang damai, tanpa rasa benci dan rasa takut dapat disebut orang bijaksana. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 259 Seseorang bukan pendukung Dhammaā hanya karena ia banyak bicara. Namun seseorang yang walaupun hanya belajar sedikit tetapi batinnya melihat Dhamma dan tidak melalaikannya, maka sesungguhnya ia adalah seorang pendukung Dhammaā Cerita terjadinya syair ini⦠5. 260 Seseorang tidak disebut āThera lebih tuaā hanya karena rambutnya telah memutih. Biarpun usianya sudah lanjut, dapat saja ia disebut orang tua yang tidak bergunaā. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 261 Orang yang memiliki kebenaran dan kebajikan, tidak kejam, terkendali dan terlatih, pandai dan bebas dari noda-noda, sesungguhnya ia patut disebut Thera. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 262 Bukan hanya karena pandai bicara dan bukan pula karena memiliki penampilan yang baik seseorang dapat menyebut dirinya orang yang baik hati, apabila ia masih bersifat iri, kikir dan suka menipu. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 263 Orang yang telah memotong, mencabut dan memutuskan akar sifat iri hati, kekikiran serta dusta; maka orang bijaksana yang telah menyingkirkan segala keburukan itulah sesungguhnya dapat disebut orang yang baik hati. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 264 Seseorang yang tidak memiliki disiplin dan suka berdusta tidak dapat disebut seorang pertapa samana walaupun ia berkepala gundul. Mana mungkin orang yang penuh dengan keinginan serta keserakahan dapat menjadi seorang samana? Cerita terjadinya syair ini⦠10. 265 Barang siapa dapat mengalahkan semua kejahatan, baik yang kecil maupun yang besar, ia patut disebut seorang samana karena ia telah mengatasi semua kejahatan. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 266 Seseorang tidak dapat disebut bhikkhu hanya karena ia mengumpulkan dana makanan dari orang lain. Selama ia masih bertingkah laku seperti seorang perumah tangga dan tidak mentaati peraturan, maka ia belum pantas disebut bhikkhu. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 267 Dalam hal ini, seseorang yang telah mengatasi kebaikan dan kejahatan, yang menjalankan kehidupan suci dan melaksanakan perenungan tentang kelompok-kelompok khandha, maka sesungguhnya ia dapat disebut seorang bhikkhu. Cerita terjadinya syair ini⦠13. 268 Tidak hanya karena berdiam diri seorang menjadi orang suci muni, apabila ia dungu dan bodoh. bagaikan memegang sepasang neraca, orang bijaksana melaksanakan sesuatu yang baik dan menghindari yang jahat. Cerita terjadinya syair ini⦠14. 269 Karena seseorang dapat memilih apa yang baik dan menghindari apa yang buruk, maka ia disebut sebagai orang suci. Demikianlah, ia yang telah mengerti kedua kelompok batin maupun jasmani, patut disebut orang suci. Cerita terjadinya syair ini⦠15. 270 Seseorang tidak dapat disebut Ariya orang mulia apabila masih menyiksa makhluk hidup. Ia yang tidak lagi menyiksa makhluk-makhluk hiduplah yang dapat dikatakan mulia. Cerita terjadinya syair ini⦠16. 271 Bukan hanya karena sila dan tekad, bukan pula karena banyak belajar ataupun karena telah mencapai perkembangan dalam samadhi, atau juga karena berdiam diri di tempat yang sepi; Cerita terjadinya syair ini⦠17. 272 Lalu berpikir Aku telah menikmati kebahagiaan dari pelepasan yang tidak dapat dicapai oleh orang duniawi.ā O para bhikkhu, janganlah engkau merasa puas sebelum mencapai penghancuran semua kekotoran batin. Cerita terjadinya syair ini⦠XX. JALAN 1. 273 Di antara semua jalan, maka āJalan Mulia Berfaktor Delapanā adalah yang terbaik; di antara semua kebenaran, maka Empat Kebenaran Muliaā adalah yang terbaik. Di antara semua keadaan, maka keadaan tanpa nafsu adalah yang terbaik; dan di antara semua makhluk hidup, maka orang yang melihatā adalah yang terbaik. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 274 Inilah satu-satunya Jalanā. Tidak ada jalan lain yang dapat membawa pada kemurnian pandangan. Ikutilah jalan ini, yang dapat mengalahkan Mara penggoda. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 275 Dengan mengikuti Jalanā ini, engkau dapat mengakhiri penderitaan. Dan jalan ini pula yang Kutunjukkan setelah Aku mengetahui bagaimana cara mencabut duri-duri kekotoran batin. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 276 Engkau sendirilah yang harus berusaha, para Tathagata hanya menunjukkan Jalanā. Mereka yang tekun bersemadi dan memasuki Jalanā ini akan terbebas dari belenggu Mara. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 277 Segala sesuatu yang berkondisi tidak kekal adanya. Apabila dengan kebijaksanaan orang dapat melihat hal ini; maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan. Inilah Jalan yang membawa pada kesucian. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 278 Segala sesuatu yang berkondisi adalah dukkha. Apabila dengan kebijaksanaan orang dapat melihat hal ini, maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan. Inilah Jalan yang membawa pada kesucian. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 279 Segala sesuatu yang berkondisi adalah tanpa inti. Apabila dengan kebijaksanaan orang dapat melihat ini, maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan. Inilah Jalan yang membawa pada kesucian. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 280 Walaupun seseorang masih muda dan kuat, namun bila ia malas dan tidak mau berjuang semasa harus berjuang, serta berpikiran lamban; maka orang yang malas dan lamban seperti itu tidak akan menemukan Jalan yang mengantarnya pada kebijaksanaan. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 281 Hendaklah ia menjaga ucapan dan mengendalikan pikiran dengan baik serta tidak melakukan perbuatan jahat melalui jasmani. Hendaklah ia memurnikan tiga saluran perbuatan ini, memenangkan Jalanā yang telah dibabarkan oleh Para Suci. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 282 Sesungguhnya dari meditasi akan timbul kebijaksanaan; tanpa meditasi kebijaksanaan akan pudar. Setelah mengetahui kedua jalan bagi perkembangan dan kemerosotan batin, hendaklah orang melatih diri sehingga kebijaksanaannya berkembang. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 283 O, Para bhikkhu, tebanglah hutan nafsu itu, karena dari nafsu timbul ketakutan. Setelah menebang hutan dan belukar nafsu, jadilah orang yang tidak lagi memiliki nafsu. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 284 Selama nafsu keinginan laki-laki terhadap wanita belum dihancurkan, betapapun kecilnya, maka selama itu pula seseorang masih terikat pada kehidupan, bagaikan seekor anak sapi yang masih menyusu pada induknya. Cerita terjadinya syair ini⦠13. 285 Patahkanlah rasa cinta terhadap diri sendiri, seperti memetik bunga teratai putih di musim gugur. Kembangkanlah jalan kedamaian Nibbana yang telah diajarkan oleh Sang Sugata Beliau yang telah berlalu dengan baik, Buddha. Cerita terjadinya syair ini⦠14. 286 Di sini aku akan berdiam pada musim hujan, di sini aku akan berdiam selama musim gugur dan musim panas. Demikianlah pikiran orang bodoh yang tidak menyadari bahaya kematian. Cerita terjadinya syair ini⦠15. 287 Orang yang pikirannya melekat pada anak-anak dan ternak peliharaannya, maka kematian akan menyeret dan menghanyutkannya, seperti banjir besar yang menghanyutkan sebuah desa yang tertidur. Cerita terjadinya syair ini⦠16. 288 Anak-anak tidak dapat melindungi, begitu juga ayah maupun sanak saudara. Bagi orang yang sedang menghadapi kematian, maka tidak ada sanak saudara yang dapat melindungi dirinya lagi. Cerita terjadinya syair ini⦠17. 289 Setelah mengetahui kenyataan ini, Maka orang berbudi dan bijaksana tak akan menunda waktu dalam menempuh jalan menuju Nibbana. Cerita terjadinya syair ini⦠XXI. BUNGA RAMPAI 1. 290 Apabila dengan melepaskan kebahagiaan yang lebih kecil orang dapat memperoleh kebahagiaan yang lebih besar, maka hendaknya orang bijaksana melepaskan kebahagiaan yang kecil itu, guna memperoleh kebahagiaan yang lebih besar. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 291 Barangsiapa menginginkan kebahagiaan bagi dirinya sendiri dengan menimbulkan penderitaan orang lain, maka ia tidak akan terbebas dari kebencian; ia akan terjerat dalam kebencian. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 292 Orang yang melakukan yang seharusnya tak dilakukan dan tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan, maka kekotoran batin akan terus bertambah dalam diri orang yang sombong dan malas seperti itu. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 293 Mereka yang selalu giat melatih perenungan terhadap badan jasmani, tidak melakukan apa yang seharusnya tak dilakukan, dan melakukan apa yang seharusnya dilakukan, maka kekotoran-kekotoran batin akan lenyap dari diri mereka yang memiliki kesadaran dan pandangan terang seperti itu. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 294 Setelah membantai ibu nafsu keinginan dan ayah kesombongan, serta dua orang ksatria dua pandangan ekstrim berkenaan dengan kekekalan dan kemusnahan; dan setelah menghancurkan negara pintu-pintu indria bersama dengan para menterinya kemelekatan, maka seorang brahmana akan berjalan pergi tanpa kesedihan. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 295 Setelah membantai ibu nafsu keinginan dan ayah kesombongan, serta dua raja yang arif dua pandangan ekstrim berkenaan dengan kekekalan dan kemusnahan; dan setelah menghancurkan lima jalan yang penuh bahaya lima rintangan batin, maka seorang brahmana akan berjalan pergi tanpa kesedihan. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 296 Para siswa Gotama telah bangun dengan baik dan selalu sadar, sepanjang siang dan malam mereka selalu merenungkan sifat-sifat mulia Sang Buddha dengan penuh kesadaran. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 297 Para siswa Gotama telah bangun dengan baik dan selalu sadar, sepanjang siang dan malam mereka selalu merenungkan sifat-sifat mulia Dhamma dengan penuh kesadaran. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 298 Para siswa Gotama telah bangun dengan baik dan selalu sadar, sepanjang siang dan malam mereka selalu merenungkan sifat-sifat mulia Sangha dengan penuh kesadaran. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 299 Para siswa Gotama telah bangun dengan baik dan selalu sadar, sepanjang siang dan malam mereka selalu merenungkan sifat-sifat badan jasmani dengan penuh kesadaran. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 300 Para siswa Gotama telah bangun dengan baik dan selalu sadar, sepanjang siang dan malam mereka bergembira dalam keadaan bebas dari kekejaman. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 301 Para siswa Gotama telah bangun dengan baik dan selalu sadar, sepanjang siang dan malam mereka bergembira dalam ketentraman samadhi. Cerita terjadinya syair ini⦠13. 302 Sungguh sukar untuk menempuh kehidupan tanpa rumah Pabbajja; sungguh sukar untuk bergembira dalam menempuh kehidupan tanpa rumah. Kehidupan rumah tangga adalah sukar dan menyakitkan. Tinggal bersama mereka yang tidak sesuai sungguh menyakitkan. Hidup mengembara dalam proses tumimbal lahir Samsara juga menyakitkan. karena itu janganlah menjadi pengembara dalam samsara, atau menjadi pengejar penderitaan. Cerita terjadinya syair ini⦠14. 303 Bagi orang yang memiliki keyakinan dan sila yang sempurna, akan memperoleh nama harum dan kekayaan, pergi ketempat manapun ia akan dihormati. Cerita terjadinya syair ini⦠15. 304 Meskipun dari jauh, orang baik akan terlihat bersinar bagaikan puncak pegunungan Himalaya. Tetapi, meskipun dekat, orang jahat tidak akan terlihat, bagaikan anak panah yang dilepaskan pada malam hari. Cerita terjadinya syair ini⦠16. 305 Ia yang duduk sendiri, tidur sendiri, berjalan sendiri tanpa rasa jemu serta selalu membina diri, akan bergembira di dalam hutan. Cerita terjadinya syair ini⦠XXII. NERAKA 1. 306 Orang yang selalu berbicara tidak benar dan juga orang yang setelah berbuat kemudian berkata, āAku tidak melakukannyaā akan masuk ke neraka. Dua macam orang yang mempunyai kelakuan rendah ini, mempunyai nasib yang sama dalam dunia selanjutnya. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 307 Bila seseorang menjadi bhikkhu dengan mengenakan jubah kuning tetapi masih berkelakuan buruk dan tidak terkendali, maka akibat perbuatan-perbuatan jahatnya sendiri, ia akan masuk ke alam neraka. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 308 Lebih baik menelan bola besi panas seperti bara api daripada selalu menerima makanan dari orang lain dan tetap berkelakuan buruk serta tak terkendali. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 309 Orang yang lengah dan berzina akan menerima empat ganjaran, yaitu pertama, ia akan menerima akibat buruk; kedua, ia tidak dapat tidur dengan tenang; ketiga, namanya tercela; dan keempat, ia akan masuk ke alam neraka. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 310 Ia akan menerima akibat buruk dan kelahiran rendah pada kehidupannya yang akan datang. Sungguh singkat kenikmatan yang diperoleh lelaki dan wanita yang ketakutan, dan rajapun akan menjatuhkan hukuman berat. Karena itu, janganlah seseorang berzina dengan istri orang lain. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 311 Bagaikan rumput kusa, bila dipegang secara salah akan melukai tangan; begitu juga kehidupan seorang pertapa, apabila dijalankan secara salah akan menyeret orang ke neraka. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 312 Bila suatu pekerjaan dikerjakan dengan seenaknya, suatu tekad tidak dijalankan dengan selayaknya, kehidupan suci tidak dijalankan dengan sepenuh hati; maka semuanya ini tidak akan membuahkan hasil yang besar. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 313 Hendaklah orang mengerjakan sesuatu dengan sepenuh hati. Suatu kehidupan suci yang dijalankan dengan seenaknya akan membangkitkan debu nafsu yang lebih besar. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 314 Sebaiknya seseorang tidak melakukan perbuatan jahat, karena di kemudian hari perbuatan itu akan menyiksa dirinya sendiri. Lebih baik seseorang melakukan perbuatan baik, karena setelah melakukannya ia tidak akan menyesal. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 315 Bagaikan perbatasan negara yang dijaga kuat di bagian dalam dan luar, begitu pula seharusnya engkau menjaga dirimu; janganlah membiarkan kesempatan baik dalam era ajaran Sang Buddha ini berlalu. Karena mereka yang melepaskan kesempatan ini akan bersedih hati bila nanti berada di alam neraka. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 316 Mereka yang merasa malu terhadap apa yang sebenarnya tidak memalukan, dan sebaliknya tidak merasa malu terhadap apa yang sebenarnya memalukan; maka orang yang menganut pandangan salah seperti itu akan masuk ke alam sengsara. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 317 Mereka yang merasa takut terhadap apa yang sebenarnya tidak menakutkan, dan sebaliknya tidak merasa takut terhadap apa yang sebenarnya menakutkan; maka orang yang menganut pandangan salah seperti itu akan masuk ke alam sengsara. Cerita terjadinya syair ini⦠13. 318 Mereka yang menganggap tercela terhadap apa yang sebenarnya tidak tercela, dan menganggap tidak tercela terhadap apa yang sebenarnya tercela; maka orang yang menganut pandangan salah seperti itu akan masuk ke alam sengsara. Cerita terjadinya syair ini⦠14. 319 Mereka yang mengetahui apa yang tercela sebagai tercela, dan apa yang tidak tercela sebagai tidak tercela; maka orang yang menganut pandangan benar seperti itu akan masuk ke alam bahagia. Cerita terjadinya syair ini⦠XXIII. GAJAH 1. 320 Seperti seekor gajah di medan perang dapat menahan serangan panah yang dilepaskan dari busur, begitu pula Aku Tathagata tetap bersabar terhadap cacian; sesungguhnya, sebagian besar orang mempunyai kelakuan rendah. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 321 Mereka menuntun gajah yang telah terlatih ke hadapan orang banyak. Raja mengendarai gajah yang terlatih ke medan perang. Di antara umat manusia, maka yang terbaik adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri dan dapat bersabar terhadap cacian. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 322 Sungguh baik keledai-keledai yang terlatih, begitu juga kuda-kuda Sindhu dan gajah-gajah perang milik para bangsawan; tetapi yang jauh lebih baik dari semua itu adalah orang yang telah dapat menaklukkan dirinya sendiri. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 323 Tidak dengan mengendarai tunggangan seperti itu seseorang dapat pergi ke tempat yang belum pernah didatangi nibbana. Namun orang yang telah dapat melatih, menaklukkan, dan mengendalikan dirinya sendiri dapat pergi ke tempat yang belum pernah didatangi itu nibbana. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 324 Pada musim kawin, gajah ganas bernama Dhanapalaka sukar dikendalikan; walaupun diikat kuat ia tetap tidak mau makan karena merindukan gajah-gajah lain di hutan. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 325 Jika seseorang menjadi malas, serakah, rakus akan makanan dan suka merebahkan diri seperti babi hutan yang berguling-guling ke sana kemari. Orang yang bodoh ini akan terus menerus dilahirkan. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 326 Dahulu pikiran ini mengembara, pergi kepada objek-objek yang disukai, dingini, dan ke mana yang dikehendaki. Sekarang aku akan mengendalikannya dengan penuh perhatian, seperti penjinak gajah mengendalikan gajah dengan kaitan besi. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 327 Bergembiralah dalam kewaspadaan dan jagalah pikiranmu dengan baik; bebaskanlah dari cara-cara yang salah, seperti seekor gajah melepaskan dirinya yang terbenam dalam lumpur. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 328 Apabila dalam pengembaraanmu engkau dapat menemukan seorang sahabat yang berkelakuan baik, pandai, dan bijaksana, maka hendaknya engkau berjalan bersamanya dengan senang hati dan penuh kesadaran untuk mengatasi semua bahaya. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 329 Apabila dalam pengembaraanmu engkau tak dapat menemukan seorang sahabat yang berkelakukan baik, pandai, dan bijaksana, maka hendaknya engkau berjalan seorang diri, seperti seorang raja yang meninggalkan negara yang telah dikalahkannya, atau seperti seekor gajah yang mengembara sendiri di dalam hutan. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 330 Lebih baik mengembara seorang diri dan tidak bergaul dengan orang bodoh. Pergilah seorang diri dan jangan berbuat jahat, hiduplah dengan bebas tidak banyak kebutuhan, seperti seekor gajah yang mengembara sendiri di dalam hutan. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 331 Sungguh bahagia mempunyai kawan pada saat kita membutuhkannya; sungguh bahagia dapat merasa puas dengan apa yang diperoleh; sungguh bahagia dapat berbuat kebaikan menjelang kematian; dan sungguh bahagia dapat mengakhiri penderitaan. Cerita terjadinya syair ini⦠13. 332 Berlaku baik terhadap ibu berlaku baik terhadap ayah juga merupakan kebahagiaan. Berlaku baik terhadap pertapa merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini; berlaku baik terhadap para Ariya juga merupakan kebahagiaan. Cerita terjadinya syair ini⦠14. 333 Moral Sila akan memberikan kebahagiaan sampai usia tua; keyakinan yang telah ditanam kuat akan memberikan kebahagiaan; kebijaksanaan yang telah diperoleh akan memberikan kebahagiaan; tidak berbuat jahat akan memberikan kebahagiaan. Cerita terjadinya syair ini⦠XXIV. NAFSU KEINGINAN 1. 334 Bila seseorang hidup lengah, maka nafsu keinginan tumbuh, seperti tanaman Maluwa yang menjalar. Ia melompat dari satu kehidupan ke kehidupan yang lain, bagaikan kera yang senang mencari buah-buahan di dalam hutan. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 335 Dalam dunia ini, siapapun yang dikuasai oleh nafsu keinginan rendah dan beracun, penderitaannya akan bertambah seperti rumput Birana yang tumbuh dengan cepat karena disirami dengan baik. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 336 Tetapi barang siapa dapat mengatasi nafsu keinginan yang beracun dan sukar dikalahkan itu, maka kesedihan akan berlalu dari dalam dirinya, seperti air yang jatuh dari daun teratai. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 337 Kuberitahukan hal ini kepadamu Semoga engkau sekalian yang telah datang berkumpul di sini memperoleh kesejahteraan! Bongkarlah nafsu keinginanmu, seperti orang mencabut akar rumput Birana yang harum. Jangan biarkan Mara menghancurkan dirimu berulang kali, seperti arus sungai menghancurkan rumput ilalang yang tumbuh di tepi. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 338 Sebatang pohon yang telah ditebang masih akan dapat tumbuh dan bersemi lagi apabila akar-akarnya masih kuat dan tidak dihancurkan. Begitu pula selama akar nafsu keinginan tidak dihancurkan, maka penderitaan akan tumbuh berulang kali. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 339 Apabila tiga puluh enam nafsu keinginan di dalam diri seseorang mengalir deras menuju objek-objek yang menyenangkan, maka gelombang pikiran yang penuh nafsu akan menyeret orang yang memiliki pandangan salah seperti itu. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 340 Di mana-mana mengalir arus =nafsu-nafsu keinginan; di mana-mana tanaman menjalar tumbuh merambat. Apabila engkau melihat tanaman menjalar =nafsu keinginan tumbuh tinggi, maka harus kau potong akar-akarnya dengan pisau =kebijaksanaan. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 341 Dalam diri makhluk-makhluk timbul rasa senang mengejar objek-objek indria, dan mereka menjadi terikat pada keinginan-keinginan indria. Karena cenderung pada hal-hal yang menyenangkan dan terus mengejar kenikmatan-kenikmatan indria, maka mereka menjadi korban kelahiran dan kelapukan. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 342 Makhluk-makhluk yang terikat pada nafsu keinginan, berlarian kian kemari seperti seekor kelinci yang terjebak. Karena terikat erat oleh belenggu-belenggu dan ikatan-ikatan, maka mereka mengalami penderitaan untuk waktu yang lama. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 343 Makhluk-makhluk yang terikat oleh nafsu-nafsu keinginan, berlarian kian kemari seperti seekor kelinci yang terjebak. Karena itu seorang bhikkhu yang menginginkan kebebasan diri, hendaknya ia membuang segala nafsu-nafsu keinginannya. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 344 Setelah bebas dari hutan keinginan =kehidupan rumah tangga, ia menemukan hutan kesucian =kehidupan pertapa. Tapi, walaupun telah bebas dari keinginan akan kehidupan rumah tangga ia kembali ke rumah lagi. Lihatlah orang seperti itu! Setelah bebas! Ia kembali pada ikatan itu lagi. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 345 Orang bijaksana menyatakan bahwa belenggu yang terbuat dari besi, kayu, ataupun rami tidaklah begitu kuat. Tetapi ikatan terhadap anak-anak, istri, dan harta benda, sesungguhnya merupakan belenggu yang jauh lebih kuat. Cerita terjadinya syair ini⦠13. 346 Orang bijaksana menyatakan bahwa belenggu seperti itu amat kuat, dapat melemparkan orang ke bawah, halus dan sukar untuk dilepaskan. walaupun demikian, para bijaksana akan dapat memutuskan belenggu itu, mereka meninggalkan kehidupan duniawi, tanpa ikatan, serta melepaskan kesenangan-kesenangan indria. Cerita terjadinya syair ini⦠14. 347 Mereka yang bergembira dengan nafsu indria, akan jatuh ke dalam arus kehidupan, seperti laba-laba yang jatuh ke dalam jaring yang dibuatnya sendiri. Tapi para bijaksana dapat memutuskan belenggu itu, mereka meninggalkan kehidupan duniawi, tanpa ikatan, serta melepaskan kesenangan-kesenangan indria. Cerita terjadinya syair ini⦠15. 348 Tinggalkan apa yang telah lalu, yang akan datang maupun sekarang =kemelekatan terhadap lima kelompok kehidupan dan capailah Pantai Seberangā =nibbana. Dengan pikiran yang telah bebas dari segala sesuatu, maka engkau tak akan mengalami kelahiran dan kelapukan lagi. Cerita terjadinya syair ini⦠16. 349 Orang yang pikirannya kacau, penuh dengan nafsu, dan hanya melihat pada hal-hal yang menyenangkan saja, maka nafsu keinginannya akan terus bertambah. Sesungguhnya orang seperti itu hanya akan memperkuat ikatan belenggunya sendiri . Cerita terjadinya syair ini⦠17. 350 Orang yang bergembira dalam menenangkan pikirannya, tekun merenungkan hal-hal yang menjijikkan sebagai objek perenungan dalam samadhi dan selalu sadar, maka ia akan mengakhiri nafsu-nafsu keinginannya dan menghancurkan belenggu Mara. Cerita terjadinya syair ini⦠18. 351 Orang yang telah mencapai tujuan akhir, tidak lagi mempunyai rasa takut, noda batin serta nafsu keinginan, sesungguhnyalah ia telah mematahkan ruji-ruji kehidupan. Bagi orang suci seperti itu, tubuhnya merupakan tubuh yang terakhir. Cerita terjadinya syair ini⦠19. 352 Orang yang telah bebas dari nafsu keinginan dan kemelekatan, pandai dalam menganalisa serta memahami Ajaranā beserta pasangan-pasangannya, maka ia patut disebut seorang Pemilik Tubuh Terakhirā =arahat, orang yang memiliki Kebijaksanaan Agungā, seorang manusia agung. Cerita terjadinya syair ini⦠20. 353 Aku telah mengalahkan semuanya. Aku telah mengetahui semuanya. Aku telah bebas dari semuanya. Aku telah meninggalkan semuanya. Setelah menghancurkan nafsu keinginan, Aku benar-benar bebas. Setelah menyadari segala sesuatu melalui usaha sendiri, maka siapakah yang patut Ku-sebut Guru? Cerita terjadinya syair ini⦠21. 354 Pemberian Kebenaranā Dhamma mengalahkan semua pemberian lainnya; rasa Kebenaranā Dhamma mengalahkan semua rasa lainnya; kegembiraan dalam Kebenaranā Dhamma mengalahkan semua kegembiraan lainnya. Orang yang telah menghancurkan nafsu keinginan akan mengalahkan semua penderitaan. Cerita terjadinya syair ini⦠22. 355 Kekayaan dapat menghancurkan orang bodoh, tetapi tidak menghancurkan mereka yang mencari Pantai Seberangā =nibbana. Karena nafsu keinginan mendapatkan kekayaan, orang bodoh menghancurkan dirinya sendiri, dan juga akan menghancurkan orang lain. Cerita terjadinya syair ini⦠23. 356 Rumput liar merupakan bencana bagi sawah dan ladang; nafsu indria merupakan bencana bagi manusia. Karena itu dana yang dipersembahkan kepada mereka yang telah bebas dari nafsu indria akan menghasilkan pahala yang besar. Cerita terjadinya syair ini⦠24. 357 Rumput liar merupakan bencana bagi sawah dan ladang; kebencian merupakan bencana bagi manusia. karena itu, dana yang dipersembahkan kepada mereka yang telah bebas dari kebencian akan menghasilkan pahala yang besar. Cerita terjadinya syair ini⦠25. 358 Rumput liar merupakan bencana bagi sawah dan ladang; ketidak-tahuan merupakan bencana bagi manusia. Karena itu, dana yang dipersembahkan kepada mereka yang telah bebas dari ketidak-tahuan akan menghasilkan pahala yang besar. Cerita terjadinya syair ini⦠26. 359 Rumput liar merupakan bencana bagi sawah dan ladang; iri hati merupakan bencana bagi mannusia. Karena itu, dana yang dipersembahkan kepada mereka yang telah bebas dari iri hati akan menghasilkan pahala yang besar. Cerita terjadinya syair ini⦠XXV. BHIKKHU 1. 360 Sungguh baik mengendalikan mata; sungguh baik mengendalikan telinga; sungguh baik mengendalikan hidung; sungguh baik mengendalikan lidah. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 361 Sungguh baik mengendalikan perbuatan; sungguh baik mengendalikan ucapan; sungguh baik mengendalikan pikiran; Seorang bhikkhu yang dapat mengendalikan semuanya akan terbebas dari semua penderitaan. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 362 Seseorang yang mengendalikan tangan dan kakinya, ucapan dan pikirannya, yang bergembira dalam samadhi dan memiliki batin yang tenang, yang puas berdiam seorang diri, maka orang lain menamakan dia seorang ābhikkhuā. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 363 Seorang bhikkhu yang mengendalikan lidahnya, yang berbicara dengan bijaksana dan tidak sombong, yang dapat menerangkan Dhamma beserta artinya, maka ia akan kedengaran indah ucapannya. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 364 Seorang bhikkhu yang selalu berdiam dalam Dhamma dan bergembira dalam Dhamma, yang selalu merenungkan dan mengingat-ingat akan Dhamma, maka bhikkhu itu tidak akan tergelincir dari Jalan Benar Yang Mulia. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 365 Hendaklah ia tidak mencela apa-apa yang telah ia peroleh, juga hendaklah ia tidak merasa iri terhadap apa yang telah diperoleh orang lain. Seorang bhikkhu yang merasa iri terhadap apa yang diperoleh orang lain, tidak akan dapat mencapai perkembangan dalam samadhi. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 366 Walaupun hanya memperoleh sedikit, tetapi apabila seseorang bhikkhu tidak mencela apa yang telah diperolehnya, maka para dewa pun akan memuji orang seperti itu, yang memiliki kehidupan bersih serta tidak malas. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 367 Apabila seseorang tidak lagi melekat pada konsepsi āakuā atau āmilikkuā, baik yang berkenaan dengan batin maupun jasmani, dan tidak bersedih terhadap apa yang tidak dimilikinya, maka orang seperti itu layak disebut bhikkhu. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 368 Apabila seorang bhikkhu hidup dalam cinta kasih, dan memiliki keyakinan terhadap ajaran Sang Buddha, maka ia akan sampai pada keadaan damai nibbana, yang merupakan berhentinya hal-hal yang berkondisi sankhara. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 369 O bhikkhu, kosongkanlah perahu tubuh ini. Apabila telah dikosongkan maka perahu ini akan melaju pesat. Setelah memutuskan nafsu keinginan dan kebencian, maka engkau akan mencapai nibbana. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 370 Putuskanlah lima kelompok belenggu pertama dari sepuluh belenggu, dan singkirkanlah lima kelompok kedua dari sepuluh belenggu. Serta kembangkan lagi lima kekuatan keyakinan, perhatian, semangat, konsentrasi dan kebijaksanaan secara sempurna. Apabila seorang bhikkhu telah bebas dari lima belenggu, maka ia disebut seorang Penyeberang Arusā sotapanna. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 371 Bersamadhilah, O bhikkhu! Jangan lengah ! Jangan biarkan pikiranmu diseret oleh kesenangan-kesenangan indria! Jangan karena lengah maka engkau harus menelan bola besi yang membara! Dan jangan karena terbakar maka engkau meratap, ā O, hal ini sungguh menyakitkan!ā Cerita terjadinya syair ini⦠13. 372 Tak ada samadhi dalam diri orang yang tidak memiliki kebijaksanaan. Dan tidak ada kebijaksanaan dalam diri orang yang tidak bersamadhi. Orang yang memiliki samadhi dan kebijaksanaan, sesungguhnya sudah berada di ambang pintu nibbana. Cerita terjadinya syair ini⦠14. 373 Apabila seorang bhikkhu pergi ke tempat sepi, telah menenangkan pikirannya, dan telah dapat melihat Dhamma dengan jelas, akan merasakan kegembiraan yang belum pernah dirasakan oleh orang-orang biasa. Cerita terjadinya syair ini⦠15. 374 Bila seorang dapat melihat dengan jelas akan timbul dan lenyapnya kelompok kehidupan = khandha, maka ia akan merasakan kegembiraan dan ketentraman batin. Sesungguhnya, bagi mereka yang telah mengerti tidak ada lagi kematian. Cerita terjadinya syair ini⦠16. 375 Pertama-tama inilah yang harus dikerjakan oleh seorang bhikkhu yang bijaksana, yaitu mengendalikan indria-indria, merasa puas dengan apa yang ada, menjalankan peraturan-peraturan = patimokha, serta bergaul dengan teman kehidupan suci = sabrahmacari yang rajin dan bersemangat. Cerita terjadinya syair ini⦠17. 376 Hendaklah ia bersikap ramah dan sopan tingkah lakunya. Karena merasa gembira dalam menjalankan hal-hal tersebut, maka ia akan bebas dari penderitaan. Cerita terjadinya syair ini⦠18. 377 Seperti tanaman Vassika = pohon melati yang merambat menggugurkan bunga-bunganya sendiri yang layu kering, begitu pula hendaknya engkau, O bhikkhu, membuang nafsu dan dendam. Cerita terjadinya syair ini⦠19. 378 Seorang bhikkhu yang memiliki perbuatan, ucapan, serta pikiran yang tenang dan terpusat, yang telah dapat menyingkirkan hal-hal duniawi, maka ia adalah orang yang benar-benar damai. Cerita terjadinya syair ini⦠20. 379 Engkaulah yang harus mengingatkan dan memeriksa dirimu sendiri. O bhikkhu, bila engkau dapat menjaga dirimu sendiri, dan selalu sadar, maka engkau akan hidup dalam kebahagiaan. Cerita terjadinya syair ini⦠21. 380 Sesungguhnya diri sendiri menjadi tuan bagi diri sendiri. Diri sendiri adalah pelindung bagi diri sendiri. Oleh karena itu, kendalikan dirimu sendiri, seperti pedagang kuda menguasai kuda yang baik. Cerita terjadinya syair ini⦠22. 381 Dengan penuh kegembiraan dan penuh keyakinan terhadap ajaran Sang Buddha, seorang bhikkhu akan sampai pada keadaan damai nibbana disebabkan oleh berakhirnya semua ikatan. Cerita terjadinya syair ini⦠23. 382 Walaupun seorang bhikkhu masih berusia muda, namun bila ia tekun menghayati ajaran Sang Buddha, maka ia akan menerangi dunia ini, bagaikan bulan yang terbebas dari awan. Cerita terjadinya syair ini⦠XXVI. BRAHMANA 1. 383 O, brahmana, berusahalah dengan tekun memotong arus keinginan dan singkirkanlah nafsu-nafsu indria. Setelah mengetahui penghancuran segala sesuatu yang berkondisi, O, brahmana, engkau akan merealisasi nibbana, Yang Tak Terciptakanā. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 384 Bila seseorang brahmana telah mencapai akhir daripada dua jalan semadi pelaksanaan Meditasi Ketenangan dan Pandangan Terang, maka semua belenggu akan terlepas dari dirinya. Karena mengerti dan telah memiliki pengetahuan, ia bebas dari semua ikatan. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 385 Seseorang yang tidak lagi memiliki pantai sini enam landasan indria dalam atau pantai sana enam objek indria luar, ataupun kedua-duanya pantai sini dan sana, tidak lagi bersedih dan tanpa ikatan, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 386 Seseorang yang tekun bersemadi, bebas dari noda, tenang, telah mengerjakan apa yang harus dikerjakan, bebas dari kekotoran batin dan telah mencapai tujuan akhir nibbana, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 387 Matahari bersinar di waktu siang. Bulan bercahaya di waktu malam. Ksatria gemerlapan dengan seragam perangnya. Brahmana bersinar terang dalam semadi. Tetapi, Sang Buddha Ia yang telah mencapai Penerangan Sempurna bersinar dengan penuh kemuliaan sepanjang siang dan malam. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 388 Karena telah membuang kejahatan, maka ia Kusebut seorang brahmanaā; karena tingkah lakunya tenang, maka ia Kusebut seorang pertapaā samana; dan karena ia telah melenyapkan noda-noda batin, maka ia Kusebut seorang pabbajjitaā orang yang telah meninggalkan kehidupan berumah tangga. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 389 Janganlah seseorang memukul brahmana, juga janganlah brahmana yang dipukul itu menjadi marah kepadanya. Sungguh memalukan perbuatan orang yang memukul brahmana, tetapi lebih memalukan lagi adalah brahmana yang menjadi marah kepada orang yang telah memukulnya. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 390 Tak ada yang lebih baik bagi seorang brahmanaā selain menarik pikirannya dari hal-hal yang menyenangkan. Lebih cepat ia dapat menyingkirkan itikad jahatnya, maka lebih cepat pula penderitaannya akan berakhir. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 391 Seseorang yang tidak lagi berbuat jahat melalui badan, ucapan, dan pikiran, serta dapat mengendalikan diri dalam tiga saluran perbuatan ini, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 392 Apabila melalui orang lain seseorang dapat mengenal Dhamma sebagaimana yang telah dibabarkan oleh Sang Buddha, maka hendaklah ia menghormati orang tersebut, seperti seseorang brahmana menghormati api sucinya. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 393 Bukan karena rambut dijalin, keturunan, ataupun kelahiran, seseorang menjadi brahmana. Tetapi orang yang memiliki kejujuran dan kebajikan yang pantas menjadi seorang brahmanaā, orang suci. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 394 Wahai orang bodoh, apa gunanya engkau menjalin rambutmu serta mengenakan pakaian kulit menjangan? Engkau hanya membersihkan bagian luarmu, tetapi hatimu masih penuh dengan kekotoran. Cerita terjadinya syair ini⦠13. 395 Seseorang yang mengenakan jubah kain bekas pamsukula, kurus, otot-otot terlihat pada seluruh tubuhnya, bersemadi seorang diri dalam hutan, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠14. 396 Aku tidak menyebutnya seorang brahmanaā hanya karena ia berasal dari keluarga brahmana atau karena ia lahir dari kandungan ibu seorang brahmana. Apabila dirinya masih penuh dengan noda, maka ia hanyalah seorang brahmana karena keturunan. Tetapi orang yang tanpa noda dan telah bebas dari semua ikatan, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠15. 397 Ia telah memotong semua belenggu, tidak lagi gemetar, yang bebas dan telah mematahkan semua ikatan, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠16. 398 Ia yang telah memotong sabuk kebencian, tali kulit nafsu keinginan dan tali rami pandangan keliru serta semua kekotoran batin laten anusaya; ia yang telah menyingkirkan kayu penghalang kebodohan dan menyadari kebenaran, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠17. 399 Seseorang yang tidak marah, yang dapat menahan hinaan, penganiayaan, dan hukuman, yang memiliki senjata kesabaran, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠18. 400 Seseorang yang telah bebas dari kemarahan, taat, bajik, bebas dari nafsu keinginan, dan yang memiliki tubuh ini sebagai tubuh-akhir, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠19. 401 Seseorang yang tidak lagi melekat pada kesenangan-kesenangan indria, seperti air di atas daun teratai atau seperti biji lada di ujung jarum, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠20. 402 Dalam dunia ini, seseorang yang telah menyadari penderitaannya sendiri, yang telah meletakkan beban dan tak terikat, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠21. 403 Seseorang yang pengetahuannya dalam, pandai dan terlatih dalam membedakan jalan yang benar dan salah, yang telah mencapai tujuan tertinggi, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠22. 404 Orang yang menjauhkan diri dari masyarakat umum maupun pertapa, yang mengembara tanpa tempat tinggal tertentu dan sedikit kebutuhannya, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠23. 405 Seseorang yang tidak lagi menganiaya makhluk-makhluk lain, baik yang kuat maupun yang lemah, yang tidak membunuh atau menganjurkan orang lain membunuh, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠24. 406 Orang yang tidak membenci di antara mereka yang membenci; damai di antara mereka yang kejam; dan tidak melekat di antara yang melekat, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠25. 407 Seseorang yang nafsunya, kebenciannya, kesombongannya dan kemunafikannya telah gugur, seperti biji lada yang telah jatuh dari ujung jarum, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠26. 408 Seseorang yang mengucapkan kata-kata halus, yang mengandung Ajaran Kebenaran, yang tidak menyinggung siapapun juga, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠27. 409 Dalam dunia ini, seseorang yang tak mengambil apa yang tidak diberikan, baik yang panjang atau yang pendek, kecil atau besar, baik ataupun buruk, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠28. 410 Seseorang yang tidak mempunyai nafsu keinginan terhadap dunia ini maupun dunia selanjutnya, yang telah bebas dari keinginan, dan tidak lagi melekat, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠29. 411 Seseorang yang tidak mempunyai nafsu keinginan lagi, yang telah bebas dari keragu-raguan karena memiliki Pengetahuan Sempurna, yang telah menyelami keadaan tanpa kematian nibbana, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠30. 412 Seseorang yang telah mengatasi kebaikan, kejahatan dan kemelekatan, yang tidak lagi bersedih hati, tanpa noda, dan suci murni, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠31. 413 Seseorang yang tanpa noda, bersih, tenang, dan jernih batinnya seperti bulan purnama, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠32. 414 Orang yang telah menyeberangi lautan kehidupan samsara yang kotor, berbahaya dan bersifat maya; yang telah menyeberang dan mencapai Pantai Seberangā nibbana; yang selalu bersemadi, tenang, dan bebas dari keragu-raguan; yang tidak terikat pada sesuatu apa pun dan telah mencapai nibbana, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠33. 415 Seseorang yang dengan membuang nafsu keinginan kemudian meninggalkan kehidupan rumah-tangga dan menempuh kehidupan tanpa rumah, yang telah menghancurkan nafsu indria akan ujud yang baru, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠34. 416 Seseorang yang dengan membuang nafsu keinginan kemudian meninggalkan kehidupan rumah-tangga, dan menempuh kehidupan tanpa rumah, yang telah menghancurkan kemelekatan dan kerinduan, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠35. 417 Seseorang yang telah menyingkirkan ikatan-ikatan duniawi dan juga telah mengatasi ikatan-ikatan surgawi, yang benar-benar telah bebas dari semua ikatan, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠36. 418 Seseorang yang telah mengatasi rasa senang dan tidak senang dengan tidak menghiraukannya lagi, yang telah menghancurkan dasar-dasar bagi perwujudan, dan juga telah mengatasi semua dunia kelompok kehidupan, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠37. 419 Seseorang yang telah memiliki pengetahuan sempurna tentang timbul dan lenyapnya makhluk-makhluk, yang telah bebas dari ikatan, telah pergi dengan baik Sugata dan telah mencapai Penerangan Sempurnaā, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠38. 420 Orang yang jejaknya tak dapat dilacak, baik oleh para dewa, gandarwa, maupun manusia, yang telah menghancurkan semua kekotoran batin dan telah mencapai kesucian arahat, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠39. 421 Orang yang tidak lagi terikat pada apa yang telah lampau, apa yang sekarang maupun yang akan datang, yang tidak memegang ataupun melekat pada apapun juga, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠40. 422 Ia yang mulia, agung, pahlawan, pertapa agung mahesi, penakluk, orang tanpa nafsu, murni, telah mencapai penerangan, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair ini⦠41. 423 Seseorang yang mengetahui semua kehidupannya yang lampau, yang dapat melihat keadaan surga dan neraka, yang telah mencapai akhir kelahiran, telah mencapai kesempurnaan pandangan terang, suci, murni, dan sempurna kebijaksanannya, maka ia Kusebut seorang brahmanaā. Cerita terjadinya syair iniā¦
Nibbanaadalah kebahagiaan yang tertinggi. Cerita terjadinya syair ini: 9. (205) Setelah mencicipi rasa penyepian dan ketentraman, maka ia akan bebas dari duka-cita dan tidak ternoda, serta mereguk kebahagiaan dalam Dhamma. Cerita terjadinya syair ini: 10. (206) Bertemu dengan para ariya adalah baik, tinggal bersama mereka merupakan suatuDhammapada Syair Kebahagiaan Sukha Vagga01/197Sungguh bahagia bila kita hidup tanpa membenci,di antara orang-orang yang antara orang-orang yang membenci,kita bebas dari bahagia bila kita hidup tanpa penyakit,di antara orang-orang yang antara orang-orang berpenyakit,kita bebas dari bahagia bila kita hidup tanpa keserakahan,di antara orang-orang yang antara orang-orang yang serakah,kita bebas dari kisah perdamaian para kerabat Sang Buddha yang tengah berseteru . 04/200Sungguh bahagia bila kita hidup tanpa keserakahan,kebencian, dan akan hidup bagaikan dewa brahma,yang tinggal di alam kisah Mara menghasut para penduduk. 05/201Kemenangan menimbulkan permusuhan,yang kalah hidup di dalam damai akan diperoleh,dengan meninggalkan kemenangan dan kisah kekalahan raja Pasenadi. 06/202Tiada api yang menyamai nafsu,tiada kejahatan yang menyamai derita yang menyamai Lima Kelompok Kehidupan,tiada kebahagiaan yang menyamai kisah sepasang pengantin baru. 07/203Kelaparan adalah hal yang paling menyakitkan,Kelompok Kehidupan adalah sumber penyakit bijaksana yang mengetahui hal itu sebagaimana adanya,akan mencapai Nibbana, kebahagiaan kisah seorang upasaka. 09/205Dengan merasakan penyepiandan kedamaian Nibbana,seseorang yang meminum kenikmatan intisari Dhamma,akan bebas dari ketakutan dan kisah biksu Tissa. 10/206Adalah sangat baik bila bertemu dengan orang suci,hidup bersama mereka akan selalu bertemu dengan orang bodoh,juga adalah hal yang yang berjalan bersama dengan orang-orang bodoh,akan berduka dalam waktu yang bersama orang-orang bodoh akan menyakitkan,bagaikan hidup bersama bersama orang bijaksana akan membahagiakan,bagaikan hidup bersama sanak karena itu,seseorang harus mengikuti orang-orang suci yang tegas,pandai, terpelajar, tekun, dan orang yang suci dan bijaksana seperti itu,bagaikan bulan mengikuti peredaran kisah Sakka, raja para dewa alam Trayastrimsa.
Podcast Suara Buddharatana* *"Di balik kebahagiaan ada penderitaan, benarkah?"* Oleh Bhante DhammadhÄ«ro, MahÄthera Link Spotify:
Dua syair ini, syair 153 dan 154 Kitab Suci Dhammapada, adalah ungkapan tulus dan mendalam dari kebahagiaan yang dirasakan Sang Buddha pada saat Beliau mencapai Penerangan Sempurna. Syair-syair ini diulang di Vihara Jetavana atas permintaan dari Yang Ariya Ananda. Pangeran Siddhattha, dari keluarga Gotama, anak dari Raja Suddhodana dan Ratu Maya dari kerajaan suku Sakya, meninggalkan keduniawian pada usia 29 tahun dan menjadi pertapa untuk mencari Kebenaran Dhamma. Selama 6 tahun Beliau mengembara di Lembah Gangga, menemui pemimpin-pemimpin agama yang terkenal, belajar ajaran dan metodenya. Beliau hidup dengan keras dan menyerahkan dirinya pada peraturan pertapaan yang keras. Tetapi ia merasa semua latihan itu tidak berguna. Akhirnya, Beliau memutuskan untuk menemukan kebenaran dengan jalannya sendiri, dan menghindari dua jalan ekstrim dari pemuasan kenikmatan yang berlebihan dan penyiksaan diri sendiri. Beliau menemukan āJalan Tengahā, yang menuju kebebasan mutlak, nibbana. Jalan Tengah ini adalah jalan mulia berfaktor delapan, yaitu Pengertian Benar, Pikiran Benar, Perkataan Benar, Perbuatan Benar, Mata pencaharian Benar, Daya-upaya Benar, Kesadaran Benar, dan Konsentrasi Benar. Pada suatu sore, duduk di bawah pohon Bodhi, di tepi Sungai Neranjara, Pertapa Siddhattha Gotama mencapai āPenerangan Sempurnaā Bodhi-nana atau Sabbannutanana pada usia tiga puluh lima tahun. Pada saat malam jaga pertama, Siddhattha mencapai kemampuan batin pengetahuan kelahiran-Nya sendiri yang lampau Pubbenivasanussati-nana. Pada saat malam jaga kedua, Beliau mencapai kemampuan batin pengetahuan penglihatan tembus Dibbacakkhu-nana. Kemudian pada malam jaga ketiga, Beliau memahami hukum sebab akibat yang saling bergantungan Patticcasamuppada dalam hal kemunculan Anuloma demikian pula pengakhiran Patiloma. Menjelang fajar, Siddhattha Gotama dengan kemampuan akal-budinya, dan pandangannya yang terang mampu menembus pengetahuan āEmpat Kebenaran Muliaā. Empat Kebenaran Mulia adalah kebenaran mulia tentang penderitaan Dukkha Ariya Sacca, kebenaran mulia tentang asal mula penderitaan Dukkha Samudaya Ariya Sacca, kebenaran mulia tentang akhir penderitaan Dukkha Nirodha Ariya Sacca, dan kebenaran mulia tentang jalan menuju akhir penderitaan Dukkha Nirodha Gamini Patipada Ariya Sacca. Terdapat juga dalam diri Beliau, dengan segala kemurniannya, pengetahuan tentang keberadaan ākebenaran muliaā Sacca-nana, pengetahuan tentang perlakuan yang diharapkan terhadap ākebenaran muliaā itu Kicca-nana dan pengetahuan tentang telah dipenuhinya perlakuan yang diharapkan terhadap ākebenaran muliaā itu Kata-nana, dengan demikian Beliau mencapai āSabbannuta-nanaā Bodhi-nana dari seorang Buddha. Sejak saat ini Beliau dikenal sebagai Buddha Gotama. Dalam hal ini, perlu dicatat jika āEmpat Kebenaran Muliaā, dengan tiga aspek tersebut di atas jadi keseluruhan ada 12 cara telah benar-benar jelas bagi Beliau, barulah Sang Buddha mengumumkan kepada umat manusia, para dewa, dan para brahma, bahwa Beliau telah mencapai āPenerangan Sempurnaā, dan menjadi seorang āBuddhaā. Pada saat pencapaian tingkat ke-Buddha-an, Beliau membabarkan syair 153 dan 154 berikut ini āDengan melalui banyak kelahiran aku telah mengembara dalam samsara siklus kehidupan. Terus mencari, namun tidak kutemukan pembuat rumah ini. Sungguh menyakitkan kelahiran yang berulang-ulang ini. O, pembuat rumah, engkau telah ku lihat, engkau tak dapat membangun rumah lagi. Seluruh atapmu telah runtuh dan tiangmu belandarmu telah patah. Sekarang batinku telah mencapai āKeadaan Tak Berkondisiā Nibbana. Pencapaian ini merupakan akhir daripada nafsu keinginan.ā
Kisah"Kata-kata Kebahagiaan Sang Buddha" Dua syair ini, syair 153 dan 154 Kitab Suci Dhammapada, adalah ungkapan tulus dan mendalam dari kebahagiaan yang dirasakan Sang Buddha pada saat Beliau mencapai Penerangan Sempurna. Syair-syair ini diulang di Vihara Jetavana atas permintaan dari Yang Ariya Ananda. Pangeran Siddhatta, dari keluarga Gotama, anak dari Raja Suddhodana dan Ratu [] 1. 1 Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya, bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya. Cerita terjadinya syair ini⦠2. 2 Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran murni, maka kebahagiaan akan mengikutinya, bagaikan bayang-bayang yang tak pernah meninggalkan bendanya. Cerita terjadinya syair ini⦠3. 3 āIa menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya.ā Selama seseorang masih menyimpan pikiran seperti itu, maka kebencian tak akan pernah berakhir. Cerita terjadinya syair ini⦠4. 4 āIa menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya.ā Jika seseorang sudah tidak lagi menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian akan berakhir. Cerita terjadinya syair ini⦠5. 5 Kebencian tak akan pernah berakhir, apabila dibalas dengan kebencian. Tetapi, kebencian akan berakhir, Bila dibalas dengan tidak membenci. Inilah satu hukum abadi. Cerita terjadinya syair ini⦠6. 6 Sebagian besar orang tidak mengetahui bahwa, dalam pertengkaran mereka akan binasa; tetapi mereka, yang dapat menyadari kebenaran ini; akan segera mengakhiri semua pertengkaran. Cerita terjadinya syair ini⦠7. 7 Seseorang yang hidupnya hanya ditujukan pada hal-hal yang menyenangkan, yang inderanya tidak terkendali, yang makannya tidak mengenal batas, malas serta tidak bersemangat, maka Mara Penggoda akan menguasai dirinya. bagaikan angin yang menumbangkan pohon yang lapuk. Cerita terjadinya syair ini⦠8. 8 Seseorang yang hidupnya tidak ditujukan pada hal-hal yang menyenangkan, yang inderanya terkendali, sederhana dalam makanan, penuh keyakinan serta bersemangat, maka Mara Penggoda tidak dapat menguasai dirinya. bagaikan angin yang tidak dapat menumbangkan gunung karang. Cerita terjadinya syair ini⦠9. 9 Barang siapa yang belum bebas, dari kekotoran-kekotoran batin. yang tidak memiliki pengendalian diri, serta tidak mengerti kebenaran. sesungguhnya tidak patut, ia mengenakan jubah kuning. Cerita terjadinya syair ini⦠10. 10 Tetapi, ia yang telah dapat, membuang kekotoran-kekotoran batin, teguh dalam kesusilaan. memiliki pengendalian diri. serta mengerti kebenaran. maka sesungguhnya ia patut, mengenakan jubah kuning. Cerita terjadinya syair ini⦠11. 11 Mereka yang menganggap, ketidak-benaran sebagai kebenaran. dan kebenaran sebagai ketidak-benaran. maka mereka yang mempunyai, pikiran keliru seperti itu, tak akan pernah dapat, menyelami kebenaran. Cerita terjadinya syair ini⦠12. 12 Mereka yang mengetahui, kebenaran sebagai kebenaran. dan ketidak-benaran sebagai ketidak-benaran, maka mereka yang mempunyai, pikiran benar seperti itu, akan dapat menyelami kebenaran. Cerita terjadinya syair ini⦠13. 13 Bagaikan hujan, yang dapat menembus rumah beratap tiris. demikian pula nafsu, akan dapat menembus pikiran yang tidak dikembangkan dengan baik. Cerita terjadinya syair ini⦠14. 14 Bagaikan hujan, yang tidak dapat menembus rumah beratap baik. demikian pula nafsu, tidak dapat menembus pikiran yang telah dikembangkan dengan baik. Cerita terjadinya syair ini⦠15. 15 Di dunia ini ia bersedih hati. di dunia sana ia bersedih hati. pelaku kejahatan akan bersedih hati, di kedua dunia itu. ia bersedih hati dan meratap, karena melihat perbuatannya sendiri, yang tidak bersih. Cerita terjadinya syair ini⦠16. 16 Di dunia ini ia bergembira. Di dunia sana ia bergembira. Pelaku kebajikan, bergembira di kedua dunia itu. Ia bergembira dan bersuka cita karena, melihat perbuatannya sendiri yang bersih. Cerita terjadinya syair ini⦠17. 17 Di dunia ini ia menderita. Di dunia sana ia menderita. Pelaku kejahatan menderita di kedua dunia itu. Ia meratap ketika berpikir, āAku telah berbuat jahat,ā, dan ia akan lebih menderita lagi, ketika berada di alam sengsara. Cerita terjadinya syair ini⦠18. 18 Di dunia ini ia bahagia. Di dunia sana ia berbahagia. Pelaku kebajikan, berbahagia di kedua dunia itu. Ia akan berbahagia ketika berpikir, āAku telah berbuat bajikā, dan ia akan lebih berbahagia lagi, ketika berada di alam bahagia. Cerita terjadinya syair ini⦠19. 19 Biarpun seseorang banyak membaca kitab suci, tetapi tidak berbuat sesuai ajaran, maka orang lengah itu, sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain. Ia tak akan memperoleh, manfaat kehidupan suci. Cerita terjadinya syair ini⦠20. 20 Biarpun seseorang sedikit membaca kitab suci, tetapi berbuat sesuai dengan ajaran, menyingkirkan nafsu indria, kebencian dan ketidaktahuan, memiliki pengetahuan benar, dan batin yang bebas dari nafsu, tidak melekat pada apapun, baik di sini maupun di sana; maka ia akan memperoleh, manfaat kehidupan suci. Cerita terjadinya syair ini⦠Saį¹yuttaNikÄya. Kelompok Khotbah tentang MÄra. 4.7. Tidur. Pada suatu ketika, Sang BhagavÄ sedang menetap di RÄjagaha di Hutan Bambu, di Taman Suaka Tupai. Kemudian, ketika malam berakhir, Sang VijjÄbhagiyÄ-Sutta (A. 1:61). "Dua Dhamma ini, oh para bhikkhu, mengambil bagian dalam kemunculan) pengetahuan. Apa saja keduanya? Samatha dan HTZp.